OPINI

Framing Intoleransi Berkedok Data Survei

Ustaz Yusran juga mengungkapkan, ia tinggal di Banda Aceh selama 40 tahun sejak lahir sampai saat ini, “belum pernah saya mendengar atau melihat konflik agama di Banda Aceh.” Faktanya, Aceh secara umum dan Banda Aceh secara khusus termasuk daerah yang paling toleransi terhadap pemeluk agama dari dulu masa kerajaan Aceh sampai hari ini (hidayatullah.com, 14/12/2018).

Dari fakta tersebut menunjukan bahwa kehidupan beragama di Aceh sangat toleran dan harmonis. Sebaliknya IKT Setara Institute bahwa Aceh merupakan kota dengan indeks toleransi rendah adalah tidak benar, karena bertentangan dengan fakta yang ada.

Narasi Toleransi yang Intoleran

Indeks Kota Toleransi yang dirilis Setara Institute sejatinya narasi sesat toleransi ala sekularisme yang menggejala di tengah umat. Stempel toleransi dialamatkan kepada siapa saja yang mendukung ide-ide Barat (sekularisme, pluralisme dan liberalisme). Di satu sisi stempel intoleransi dan radikalisme disematkan bagi mereka yang istiqomah berpegang teguh pada tali agama Allah Ta’ala.

Di satu sisi framing sesat intoleransi yang disematkan kepada Islam sejatinya juga tak pernah terbukti. Faktanya Islam adalah agama yang sangat toleran. Bahkan menjunjung tinggi toleransi. Indonesia menjadi bukti dengan penduduk yang mayoritas Muslim. Namun, non Islam dengan bebas menjalankan ajaran agamanya. Saking tolerannya, tak sedikit kaum Muslimin yang menabrak prinsip-prinsip agama. Contohnya masih banyak kaum Muslimin yang latah ikut merayakan Natal dan tahun baru Masehi.

Fakta kaum Muslimin sangat toleran, juga dapat dilihat ketika Aksi Bela Islam 112, 2017. Sepasang kekasih, Asido dan Felicia, yang melangsungkan penikahannya di Gereja Katedral, Jakarta Pusat, 11/2/20017. Mereka engaku terharu terhadap oeserta massa Aksi 112 yang turut membantu pengawalan mereka saat masuk ke Gerrja Katedral. Bantuan terhadap dirinya dinilai Asido sebagai bentuk toleransi yang tinggi dan patut untuk diapresiasi (cnnindonesia.com, 11/2/2017).

Fakta terbaru adalah banyak non Islam yang ikut serta dalam Reuni Akbar 212. Sebutlah Arlex Wu, Letjen (Purn) Johannes Suryo Prabowo, Charles Simarmata, Lieus Sungkharisma, dan David Fong. Bahkan di akun twitternya @davidfong, 3/12/2108, David Fong menulis “Saya non muslim, hadir di acara 212 kemarin, ingin membuktikan kepercayaan saya bahwa Islam itu damai dan toleran, saya tidak menyamar pakai peci/topi tauhid, tapi mereka senyum dan menyapa saya. Islam yang mana yang kalian sebut radikal dan intoleran itu?”

Sungguh fakta-fakta di atas hanya segelintir fakta dari banyaknya fakta betapa tolerannya kaum Muslimin di Indonesia. Maka, menyebut bahwa toleransi kaum Muslimin di Indonesia semakin terkikis, sejatinya bertolak belakang dengan fakta yang ada.

Laman sebelumnya 1 2 3 4Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button