PEMUDA

Gaul Boleh, tapi Harus Beradab

Komunikasi adalah bagian penting dari kehidupan sehari-hari. Di era modern ini, komunikasi tidak hanya dilakukan secara langsung, tetapi bisa juga dilakukan dengan menggunakan media digital, seperti media sosial.

Sayangnya, perkembangan teknologi juga membawa tantangan tersendiri, seperti penggunaan bahasa yang dikenal dengan istilah “peyorasi.”

Lalu, apa yang dimaksud dengan Peyorasi?

Bahasa peyoratif atau peyorasi, atau pergeseran makna kata ke arah yang lebih negatif, sering muncul dalam bahasa gaul remaja. Contohnya seperti kata “maghrib” menunjukkan bagaimana kreativitas remaja dalam berbahasa dapat menciptakan istilah baru.

Namun, fenomena ini juga dapat membawa dampak negatif jika tidak diarahkan dengan baik, terutama dalam membentuk pola pikir dan komunikasi yang cenderung merendahkan, melecehkan, atau tidak sopan. Karena istilah “maghrib” yang dimaksud di sini adalah ditujukkan kepada orang yang memiliki warna kulit gelap.

Dari perspektif Bimbingan dan Penyuluhan Islam, fenomena ini menjadi tantangan dalam pembinaan akhlak remaja. Bahasa adalah cerminan dari pola pikir dan karakter seseorang. Oleh karena itu, penting untuk mengarahkan remaja agar menggunakan bahasa yang baik dan mencerminkan adab Islami.

Dalam Q. S. Al-Hujurat ayat 11 telah dijelaskan larangan mengenai mengolok-ngolok orang lain. Mari kita bahas secara lebih rinci.

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّنْ قَوْمٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُوْنُوْا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاۤءٌ مِّنْ نِّسَاۤءٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّۚ وَلَا تَلْمِزُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوْا بِالْاَلْقَابِۗ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوْقُ بَعْدَ الْاِيْمَانِۚ وَمَنْ لَّمْ يَتُبْ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ ۝١١

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan itu) lebih baik daripada mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olok) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olok itu) lebih baik daripada perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela dan saling memanggil dengan julukan yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) fasik setelah beriman. Siapa yang tidak bertobat, mereka itulah orang-orang zalim.”

Ayat di atas memiliki kaitan dengan fenomena yang marak terjadi, berikut penjelasannya:

  1. Merendahkan Orang Lain

Kata-kata peyoratif sering digunakan untuk menggambarkan seseorang dengan cara yang merendahkan, baik sebagai candaan maupun hinaan. Hal ini dilarang oleh ayat tersebut, karena dapat menimbulkan luka psikologis atau konflik sosial.

  1. Melanggengkan Budaya Olok-Olok

Peyorasi memperkuat budaya olok-olok yang berpotensi memperburuk hubungan sosial di kalangan remaja. Ayat ini secara tegas melarang olok-olok, baik antar individu maupun kelompok, karena melanggar prinsip penghormatan sesama manusia.

  1. Mencederai Persaudaraan

Penggunaan kata-kata peyoratif bertentangan dengan semangat ukhuwah Islamiyah (persaudaraan Islam). Umat Islam diajarkan untuk saling memuliakan, bukan menciptakan istilah atau sebutan yang mempermalukan sesama.

  1. Mengabaikan Akhlak Berkomunikasi

Dalam Islam, berbicara adalah salah satu cara untuk menunjukkan akhlak mulia. Fenomena peyorasi menunjukkan kurangnya kesadaran remaja akan pentingnya adab berkomunikasi.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button