Gawat Darurat TKA China
Banjir Tenaga Kerja Asing (TKA) China akibat pola kerja sama investasi yang dibuat dengan Pemerintah Indonesia bukannya tidak berisiko bahkan dapat berisiko besar. Tertutupnya informasi Kemenaker atau instansi lain mengenai jumlah TKA China yang sudah menjadi karyawan di berbagai kegiatan usaha menjadi tanda tanya besar dari motif di balik kehadirannya.
Atas banjirnya TKA China sekurangnya tiga risiko akan dihadapi bangsa Indonesia, yaitu:
Pertama, penggeseran ruang kerja Tenaga Kerja Pribumi (TKP). Saat ini tingkat pengangguran tinggi akibat PHK maupun disebabkan sulitnya lapangan kerja. Ditambah dengan keberadaan kelas atau segmen pengangguran tak kentara (disguised unemployment). TKA China mengambil porsi tenaga kasar atau bukan ahli.
Kedua, membuka ruang konflik antara TKA China dengan TKP. Hal ini disebabkan banyak faktor baik itu perbedaan budaya kerja, hambatan komunikasi, perlakuan majikan serta penghasilan yang berbeda untuk jenis pekerjaan yang sama. Kasus PT GNI Morowali menjadi contoh yang bagus.
Ketiga, konflik mengundang invasi bahkan aneksasi. Dengan alasan melindungi warga negaranya bukan mustahil tentara RRC akan datang. Yakinkah kita bahwa pekerja yang sekarang ada itu bukan tentara? Dengan dukungan WNI etnis China yang menguasai sektor ekonomi maka invasi dan aneksasi menjadi sangat terbuka.
Jika hanya menanamkan modal dan tenaga ahli mungkin risiko tidak terlalu besar, akan tetapi dengan “impor” TKA China untuk berbagai pekerjaan, termasuk pekerjaan kasar, maka Indonesia kini dalam keadaan bahaya. Setelah jebakan hutang menjadi bagian strategis dari proses penjajahan sistematis, maka China memiliki kunci lain yakni TKA China.
350 tahun bangsa dijajah oleh Belanda dengan pemberontakan yang hanya bersifat sporadis. Artinya jika penjajah sudah mencengkeramkan kukunya, maka tidaklah mudah untuk mengusirnya. Melawan saja perlu keberanian dan pengorbanan yang besar.
China kini sangat potensial menjajah bangsa Indonesia. Sebagai raksasa ekonomi China menghegemoni. Tahap awal adalah penguasaan ekonomi selanjutnya politik dan militer. China berperan menjadi bagian dari penjajah kaum oligarki. Kini dikhawatirkan China telah ikut menjadi pengendali politik berbasis ekonomi.
Membiarkan atau membuka pintu lebar bagi TKA China adalah pengkhianatan “orang dalam” untuk infiltrasi, invasi dan aneksasi. Persoalan bukan hanya masalah investasi dan hutang luar negeri. Ini proses menuju kolonialisasi.
Ketidakberdayaan menjaga kedaulatan ditampakkan dari konflik Morowali. Bagaimana aparat berpihak kepada TKA China. Dua pekerja tewas masing-masing TKA China dan TKP tetapi yang menjadi tersangka seluruh nya adalah TKP? Sungguh ironi.
Bom waktu dapat meledak sewaktu-waktu. Penyesalan terjadi setelah RRC benar-benar menguasai. Pemerintah Indonesia harus mengevaluasi kembali pola kerja sama ekonomi dengan RRC. Jangan membuka kran luas bagi pengiriman TKA China secara masif.