Geliat Politik Akar Rumput dan Keruntuhan Oligarki
Sesungguhnya oligarki itu takut banget sama akar rumput. Betapa tidak! Jika rakyat= akar rumput sudah terkena dampak yang membuatnya menjadi sengsara dan menderita—seperti masalah modus tiba-tiba kelangkaan minyak goreng dua tahun lalu, akar rumput pulalah yang akan bergeliat dan bergerak melawan oligarki itu. Jika perlu sampai habis-habisan dan NKRI menjadi chaos. Para oligarki sawit itu pasti ngacir, kabur terbirit-birit ke luar negeri.
Tetapi, untungnya hal itu tidak sampai terjadi, oligarki masih terselamatkan. Meski rakyat masih dibohongi dengan alasan menyesuaikan harga minyak goreng “murni” di pasar perdagangan global. Rakyat akar rumput masih kebagian, meski cuman minyak goreng “curah” di pasar domestik. Senjata pemerintah upaya meredam. Itulah bentuk konspirasi nyata penguasa dengan oligarki.
Terlebih, di dalam kabinet ada menteri “penguasa-pengusaha” sawit. Akibat aji mumpung itu, rakyatlah yang tetap kecemplung.
Artinya, akibatnya tetap saja mengorbankan kepentingan rakyat menjadi tidak sehat, sering batuk dan radang tenggorokan, karena sering kebanyakan makanan yang digoreng dengan minyak curah—yang tak pernah diukur oleh pemerintah tingkat higienis dan kelayakan kesehatannya. Apalagi, saat wabah endemik Covid-19 baru mentas. Derita akar rumput itu sudah sungguh tak terperikan!
Jadi, sesungguhnya oligarki itu cemen beraninya hanya bersembunyi dan berlindung di ketiak pejabat rezim penguasa.
Makanya, demokrasi jadi rusak memunculkan pemerintahan Jokowi rezim penguasa otoriter, karena oligarki menyogok, menekan dan mendorong penguasa untuk membohonginya, mengelabuinya, dan mengalihkan isu-isu kepada rakyat akar rumput. Bahkan, tak jarang disuruh langsung melawannya.
Rezim penguasa, mendapatkan sogokan dari oligarki untuk membiayai Polri dan TNI menjadi bak anjing “Herder dan Bulldog” untuk menghalau perlawanannya, ketika para akar rumput demontrans melakukan “jalan panjang” demonstrasi berjilid-jilid mengusung penolakan terbitnya UU KPK, UU BRIN, UU KUHP, UU IKN, dan UU Omnibuslaw. Yang seluruhnya untuk kepentingan oligarki dengan para pejabatnya yang korup itu.
Atau, dengan cara lain, bisa jadi rezim penguasa tinggal telepon ke Ketua Satgassus Polri dengan memakai dana mafia bandar judi, narkoba, uang pampasan hasil korupsi, dll.
Sampai polisi dan TNI tega dan tak peduli menembakkan gas air mata, water cannon, tak jarang menggunakan peluru karet dan beneran. Padahal yang dilawan itu cuman anak-anak SMK dan mahasiswa, serta kelompok buruh kecil.
Bukankah itu berarti Polri dan TNI bak bujang dan jongos oligarki dan rezim itu sebenarnya cemen dan takut kepada mereka para demonstran, yang masih bagian dari rakyat akar rumput juga?
Itu semua menunjukkan adagium bahwa salah satu lembaga tinggi negara kepolisian itu sungguh-sungguh bobrok menandai negara ini sudah penuh borok yang kejahatannya telah dilakukannya secara berjamaah oleh seluruh lembaga dan komisi tinggi negara itu.