Generasi Qur’ani yang Unik Hasil Didikan Rasulullah Saw

Sebelum memasuki pembahasan, penulis perlu menegaskan dua hal. Pertama, tulisan ini memiliki keterkaitan dengan karya penulis sebelumnya berjudul “Rasulullah Saw Sang Insan Kamil: Keteladanannya Mendidik Umat”.
Oleh karena itu, pada bagian awal penulis akan menyajikan ringkasan singkat dengan harapan dapat memudahkan para pembaca dalam mengikuti alur pembahasan.
Kedua, dalam tulisan ini penulis banyak mengutip, atau lebih tepatnya merangkum, tulisan Sayyid Quthb dalam “Ma‘ālim Fī al-Ṭarīq”. Kebaruan tulisan ini terletak pada penyisipan kisah-kisah inspiratif dari para ulama terdahulu yang memiliki relevansi dengan tema yang diangkat, sehingga diharapkan dapat memperkaya perspektif pembaca.
Dalam tulisan sebelumnya telah dijelaskan bahwa Rasulullah Sawmerupakan manusia sempurna yang seluruh kehidupannya layak dijadikan teladan, khususnya dalam aspek pendidikan. Beliau membina generasi Islam pertama dengan berlandaskan Al-Qur’an, sehingga sejak masa kanak-kanak mereka tumbuh dengan iman yang kokoh, akhlak yang luhur, dan kepribadian yang tangguh. Pola pendidikan ini kemudian dilanjutkan oleh para sahabat, sehingga lahirlah generasi Qur’ani yang melahirkan pribadi-pribadi unggul dan menjadi fondasi utama bagi tegaknya masyarakat Islam.
Sahabat-sahabat Nabi Saw: Generasi Qur’ani
Pendidikan yang diberikan Nabi Muhammad Saw, pernah melahirkan sebuah generasi istimewa dalam sejarah Islam sekaligus sejarah umat manusia, yakni generasi sahabat ra. Generasi ini memiliki karakteristik unik yang tidak pernah terulang kembali sebagai kelompok besar dalam satu kurun waktu dan tempat.
Sumber utama yang digunakan Nabi Saw dalam mendidik para sahabat hanyalah Al-Qur’an, sedangkan ucapan dan perilaku beliau berfungsi sebagai penjelas dari sumber tersebut, yang tentu tidak mungkin menyimpang darinya. Sayyidah Aisyah Ra. ditanya mengenai akhlak Rasulullah Saw. Beliau menjawab:
كان خُلُقُ رسولِ اللهِ ﷺ القرآنَ
Akhlak Rasulullah Saw adalah Al-Qur’an.
Keadaan di mana Nabi Muhammad Saw mendidik para sahabat sejatinya tidaklah sepi dari pengaruh peradaban, budaya, maupun ilmu pengetahuan. Pada masa itu, Jazirah Arab dikelilingi oleh peradaban besar seperti Persia, Romawi, Yunani, dan India. Bahkan, komunitas Yahudi dan Nasrani juga hidup di tengah masyarakat Arab.
Namun, semua itu tidak memengaruhi metode pendidikan Nabi Saw. Beliau tetap menjadikan Al-Qur’an sebagai satu-satunya rujukan dalam membina para sahabat pada masa pembentukan awal generasi Islam.
Pembatasan sumber pendidikan hanya pada Al-Qur’an bertujuan agar jiwa para sahabat benar-benar murni hanya untuk Allah. Dengan itu, mereka tumbuh lurus di atas manhaj (jalan) Ilahi semata. Rasulullah Saw ingin melahirkan generasi yang hatinya murni, akalnya jernih, pemahamannya lurus, perasaannya bersih, dan seluruh pembentukannya bebas dari pengaruh selain Al-Qur’an sebagai manhaj Ilahi.
Selain Al-Qur’an sebagai sumber utama pendidikan, faktor lain yang menjadikan para sahabat berhasil menjadi generasi Qur’ani yang unik terletak pada cara mereka menerima Al-Qur’an. Mereka tidak membacanya sekadar untuk menambah pengetahuan, memperluas wawasan, atau merasakan keindahan bahasanya. Al-Qur’an bagi mereka bukanlah sekadar koleksi informasi atau hukum yang memperkaya akal semata, melainkan perintah Allah yang harus segera diamalkan dalam kehidupan pribadi, masyarakat, dan peradaban.
Karena itu, para sahabat tidak memperbanyak bacaan dalam satu majelis. Mereka merasa bahwa setiap ayat adalah amanah dan tugas yang menuntut pelaksanaan. Sering kali mereka cukup dengan sepuluh ayat hingga benar-benar menghafal, memahami, dan mengamalkannya. Sikap inilah yang membuka bagi mereka cakrawala pengetahuan dan kenikmatan ruhani dari Al-Qur’an, sesuatu yang tidak mungkin diperoleh jika mereka mendekatinya hanya sebagai bahan penelitian atau kajian teoritis.