Gerakan HRS dan Turki Modern
Hukum di negeri tercinta tengah disorot. Bagimana tidak, saat petinggi negeri dan keluarganya tersorot melanggar hukum reaksi tak seganas apa yang menimpa HRS dan yang sehaluannya.
Baru-baru ini, HRS dijerat hukuman dengan status tersangka, karena dituduhkan melanggar prokes. Tak hanya HRS, panitia lainnya pun juga terkena kurungan karantina.
Banyak pihak berasumsi bahwa penangkapan HRS terkesan dipaksakan. Dicari pasal yang cocok untuk meringkus ‘Pitung Modern’ itu. Karena apa? Karena telah berani mengusik ketentraman pihak kekuasaan dan menimbulkan ketakutan. Ujungnya pihak tertentu paranoid. Bergerak urakan. Tak jelas mana yang keadilan dan mana yang berbau kepentingan. Kasus politik pun tertukar dari kasus hukum.
Menyaksikan rekam juang HRS, entah kenapa saya teringat dengan ‘Pitung dari Nurs’, Turki.
Sebelum Turki mengecup kejayaan dan bertengger di posisi elite dunia sekarang. Ada masa di mana runtuhnya Khilafah Utsmani azan harus memakai bahasa Turki, jilbab dilarang, politik Islam djegal, dan apa-apa yang berbau keislaman dikerdilkan. Gerakan sekulerisme amat masif dibawah komando Kemal Pasha Ataturk, yang nyata Islam tak diberi ruang untuk mengibarkan panjinya.
Siapa sangka, ada Syekh Badiuzzaman Said Nursi yang telah berteriak sebelum kerusakan menggerogoti jantung kekuasaan Turki. Beliau mengajak agar rakyat peduli agama dan negara, serta sadar agar tetap bersatu demi jaya bangsa negara. Tapi tak ada perjuangan tanpa risiko
Syekh Badiuzzaman tak gentar dengan segala teror dan intrik licik. Ia bergerak demi kesucian agama. Entah berapa puluh kali dipenjara, dibuang, diasingkan, tapi tekad juangnya tak kendor. Hal yang menjadi ketakutan pihak kekusaan adalah di mana ia terbuang, di sana lautan massa mengerumuninya. Untuk apa? Mengecup samudra ilmu dari dahaga yang merontokkan iman di dada.
Belum lagi tulisannya yang cerdas, berani lagi tegas meraup simpati banyak kalangan. Pintu kebangkitan Islam mulai menemukan celah. Di abad ke-21 ini, hasil sumbangan moril Syekh Said menemukan momentumnya. Di bawah kepemimpinan Recep Tayyip Erdogan yang terkenal Islami, humanis lagi berani Turki menginjak masa keemasan. Menggetarkan mereka yang fobia Islam dan membuat kagum umat yang punya ghirah keislaman.
Lantas, apa konteks dengan HRS?
Asumsi saya, bisa jadi pergerakan Islam yang sering dicurigai dan dituduh dengan sebutan bombastis akan menemukan masanya. Waktunya sudah relatif dekat. Kebangkitan itu sudah mulai tercium dari upaya yang tak karuan dari oknum. Pintu kesadaran umat sudah terketuk tinggal bagaimana tokoh Islam menangkap sinyal kerinduan itu.
Apa akan tetap kubu-kubuan dengan paham ashabiyah terus merajalela. Juga tetap bangga dengan paham ananiyyah. Satu sama lain saling bertempur masalah ikhtilaf, karena merasa benar tersendiri. Di sisi lain, gerakan Islam jalan di tempat. Bukannya Islam tak bisa membuat perubahan, namun umatnya yang tak bisa mengedepakan juga memperjuangkan aspirasi Islam di kancah dunia yang moralnya amat mencemaskan.
Apa yang dilakukan HRS seolah mengetuk alam sadar kita. Jika harta, tahta, dan nyawanya sudah ditaruhkan demi jayanya Islam, lalu kita kapan melangkah demi cita-cita luhur itu?
Berislam tak cukup di mulut dan hati. Harus ada korelasi nyata di kehidupan. Panggung sejarah telah ajarkan dan buktikan itu. Turki modern mode nyata perjuangan, siapkah kita satu kepalan bersama Ulama? []
Pandeglang, 15/12/2020
Mahyudin An-Nafi