Gerakan Wakaf Uang: Harapan atau Kekhawatiran?
Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin telah meluncurkan Gerakan Nasional Wakaf Uang (GNWU) serta Brand Ekonomi Syariah Tahun 2021 dari Istana Negara Jakarta pada Senin 25 Januari 2021 lalu.
Gerakan wakaf uang yang diluncurkan pemerintah ini menjadi perbincangan antara yang pro dan kontra di tengah-tengah masyarakat.
Untuk mengetahui bagaimana seputar wakaf uang, berikut wawancara dengan Dr. Jeje Zaenudin, Wakil Ketua Umum Pimpinan Pusat Persatuan Islam (Waketum PP Persis) sekaligus Mantan Komisioner Badan Wakaf Indonesia (BWI).
Apa perbedaan wakaf uang dengan wakaf lainnya?
Sebenarnya secara prinsipil, wakaf uang dan wakaf lainnya itu dari aspek fikihnya sama saja. Seperti dalam wakaf itu ada unsur : pewakaf (wakif), pemegang amanah wakaf (nazhir), benda wakaf (mauquf), penerima manfaat wakaf (mauquf alaih), dan ikrar wakaf (akad wakaf). Hanya saja dalam hal menjadi nazhir wakaf, ada perbedaan antara wakaf uang dengan wakaf non uang. Syarat nazhir dalam wakaf uang lebih ketat lagi. Tidak bisa individual dan sembarangan.
Jika nazhir wakaf selain uang bisa perorangan, yayasan, ataupun ormas, nazhir wakaf uang harus lembaga wakaf formal berbadan hukum dan mempunyai keahlian dan reputasi yang baik dalam pengelolaan keuangan berdasar syariah. Karena itu nazhir wakaf uang juga harus mendapat rekomendasi dari Lembaga Keuangan Syariah yang mempunyai lisensi. Begitu juga dalam penggunaan dan memfungsikannya tidak bisa secara otomatis oleh nazhir didistribusikan kepada penerima manfaat wakaf (mauquf alaih).
Bolehkah kalau pemerintah menghimpun wakaf uang dari para pegawai atau masyarakat umum?
Lha, bagaimana pemerintah bisa menghimpun wakaf uang? Yang berhak menghimpun wakaf uang itu adalah para nazhir wakaf uang itu sendiri. Pemerintah kan, bukan nazhir wakaf. Menurut hemat saya, ini pemahaman yang menyesatkan dan mengacaukan opini publik. Masa pemerintah berubah profesi menjadi lembaga nazhir wakaf yang menghimpun uang masyarakat ?
Jadi sebenarnya, bagaimana alur penghimpunan dan penggunaan wakaf uang itu, menurut Ustaz?
Begini. Saya coba simulasikan secara sederhana dengan bahasa awam. Jika seseorang atau beberapa orang atau suatu lembaga mewakafkan sejumlah uang umpamanya sebesar satu miliar. Ia harus memilih lembaga nazhir wakaf uang yang sudah terdaftar dan mendapat ijin yang sah dari kementerian agama dan Badan Wakaf Indonesia. Kemudian pewakaf membuat ikrar wakaf yang dituangkan dalam akta ikrar wakaf uang. Atasnama siapa yang berwakaf itu, kepada lembaga wakaf apa ia menunjuk nazhir wakaf, kemudian untuk siapa hasil dan keuntungan wakaf tersebut diperuntukkan.
Umpamanya wakif berikrar bahwa wakaf uang yang satu miliar itu untuk jangka waktu selama dua puluh tahun atau untuk selamanya. Lalu hasilnya itu untuk digunakan biaya pendidikan para santri yang ada di suatu Pesantren yang ditunjuk. Atau untuk kepentingan membangun pondok, rumah sakit, pengiriman dai ke pedalaman, atau selainnya.
Agar uang wakaf yang satu miliar itu memberi hasil dan manfaat buat mauquf alaihnya yaitu pihak yang ditunjuk menerima hasil wakaf itu, maka uang wakaf tersebut harus diinvestasikan atau dimodalkan kepada usaha atau bisnis yang aman dan menguntungkan. Umpamanya uang wakaf satu miliar itu dipakai penyertaan modal pembangunan hotel syariah atau modal produksi percetakan buku. Maka uang satu miliar itu harus utuh dan dikembalikan lagi ke nazhir sesuai jangka waktu perjanjian kerjasama. Lalu hasil dari permodalan usaha dari uang wakaf itu wajib didistribusikan kepada penerima manfaat wakaf seusai dengan ikrar wakaf dari pewakaf itu.
Karena uang wakaf itu wajib terjaga dan terpelihara keutuhan dan kelanggengannya, maka investasi wakaf uang itu harus sangat hati-hati dan ketat. Karena itu pula para pebisnis tentu sangat khawatir kalau menggunakan modal uang wakaf, karena tidak boleh ada kerugian pada jumlah nominal uang wakaf.