Globalisasi Anies
Jakarta sekaligus menjadi pusat pemerintahan. Itu juga yang menyebabkan Jakarta kemudian menjadi simbol kekuatan yang luar biasa merekatkan antara kedaulatan rakyat dengan kedaulatan negara. Maka, sebagai “Central of Gravity “ takkan ada kekuatan yang akan mampu menembusnya dan merebutnya, jenis kekuatan apa pun hegemoni global sekalipun.
Makanya, sungguh sangat miris dan ironis, jika kemudian terkait IKN dipindah ke Penajam Utara yang nilai, premis dan fasilitas signifikansinya bagi terbentuknya kekuatan kerekatan bagi kepentingan kedaulatan rakyat, negara dan bangsa itu sangat lemah dan longgar sekali.
IKN pun kelak jika dibangun sudah seharusnya sepenuhnya menggunakan dana dan modal sendiri sebagai simbol kekuatan kedaulatan rakyat dan negara sendiri itu secara mandiri. Indonesia harus lebih berdaya dan berdigdaya terlebih dahulu dalam penguasaan ekonomi dan politiknya, mampu mewujudkan kesejahteraan rakyatnya, baru memindahkan dan membangun IKN. Bukan dalam kondisi bangsa dan negara tengah sangat morat-marit dan kehidupan rakyat pun tengah menjerit.
Sungguh, sebagai komparatif, tak ada negara di dunia manapun, membangun ibu kota suatu negara dikerjasamakan dengan negara lain. Apalagi, banyak tersiar kabar, IKN akan dibangun dalam konteks kaca mata kepentingan OBOR China. Itu sama saja Indonesia secara lebih dini sudah menggadaikan kepentingan kedaulatan negara dan bangsa ini ke negara lain. Suatu saat ada apa-apa, itu sama saja membuka suatu “tindakan bunuh diri” bagi negeri kita di hadapan kekuatan asing. Ibukota negara itu ibarat jantung di badan, jika jantung itu jatuh negara secara keseluruhan akan runtuh.
Dan pada awalnya, saat baru menjabat Gubernur terbukti sudah ada keberanian dan ketegasan luar biasa yang disinyalir atas kemungkinan adanya gangguan terhadap kedaulatan negara dan rakyat, maka Anies pun sudah merajamnya, dengan memberhentikan proyek reklamasi Pantai Utara Teluk Jakarta.
Jika ketika Jakarta sudah sangat kuat begini atas keberhasilan Anies dengan cara pembangunan kotanya yang berkemajuan, Jakarta secara mandiri sudah siap berkompetisi secara globalisasi dengan kemajuan kota-kota skala megapolitan negara-negara lain. Tetapi, mewujudkan itu — tidak seperti dampak industrialisasi dan digitalisasi, disertai dengan tidak pongah namun manusiawi. Terlebih, rupa revitalisasi kesetaraan dan keadilan itu akan menjadi bagian kebersatuan dengan kepentingan kota Go Green dan Go New Energy di masa depan yang lebih natural, bersih dan berkelanjutan.
Jakarta dibawa Anies tengah menjadi kota globalisasi baru dengan tipe, ciri dan gaya hidup ala Indonesia sendiri. Itu yang sudah pasti karena tingkat kemampuan dirinya menunjukkan kapabilitas dan keidibilitasnnya secara global. Maka, Anies harus diakui dan piawai serta mumpuni sebagai seorang globalis. Dan semoga kelak menjadi pemimpin yang mampu membawakan Indonesia masuk dalam kompetisi sangat sengit bak hidup-mati menghadapi globalisasi yang takkan terhindarkan oleh negara pun di dunia saat kini maupun masa depan. []
Dairy Sudarman, Pemerhati politik dan kebangsaan. Jurnalis senior, tinggal di kota Bekasi.