GNPR Gelar Aksi Bela Rempang, Ini Tuntutannya
Jakarta (SI Online) – Ribuan massa dari berbagai elemen masyarakat yang tergabung dalam Gerakan Nasional Pembela Rakyat (GNPR) menggelar Aksi Bela Rempang di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, Rabu (20/9/2023).
Dalam pernyataan sikapnya, aksi tersebut digelar sehubungan dengan terjadinya peristiwa tragedi penggusuran paksa terhadap warga Kampung Tua di Pulau Rempang yang rencananya akan dilakukan pembangunan Rempang Eco City hasil kerjasama investasi antara grup Xinyi dari Cina dan PT Makmur Elok Graha yang merupakan anak usaha grup Artha Graha yang diklaim memegang konsesi lahan semenjak 2004.
“Bahwa setelah diamati dan dikaji, kami dapati fakta Pulau Rempang yang secara administrasi berada pada Kecamatan Galang, terdapat dua Kelurahan yakni Rempang Cate dan Sembulang, telah wujud Kampung Tua yang disebut semenjak 1834 dan sudah ditetapkan oleh Pemerintah Kota Batam lewat Surat Keputusan Walikota Batam Nomor: KPTS.105/HK/III/2004, sebagai wilayah Kampung Tua yang wajib dilindungi dan dilestarikan sebagai bentuk mempertahankan nilai-nilai budaya Masyarakat Asli Batam sehingga tidak direkomendasikan untuk diberikan Hak Pengelolaan, hal mana juga diakui lewat Perda Nomor 2 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Batam pada pasal 21,” kata Koordinator Lapangan (Korlap) Aksi Bela Rempang Ustaz Verry Koestanto dalam pernyataan sikap GNPR.
Akan tetapi pada tahun 2023, kata Verry, setelah mahakarya rezim berkuasa UU Omni Bus Law Ciptaker dipaksakan segera berlaku lewat Perppu dan setelah MoU Cheng Du Juli lalu, Pemerintah Pusat lewat Permenko Bidang Perekonomian RI Nomor 7 Tahun 2023 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Nomor 7 Tahun 2021 tentang Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional, memasukan Proyek Rempang Eco City sebagai Proyek Strategis Nasional serta memasukan wilayah lahan Kampung Tua di Pulau Rempang sebagai bagian dari lahan Rempang Eco City.
Menyikapi hal itu, GNPR menyampaikan sejumlah sikap. “Pertama, bahwa Proyek Rempang Eco City yang menggusur paksa dan mengusir penduduk asli Kampung Tua di Kelurahan Rempang Cate dan Sembulang, yang merupakan proyek hasil Kawin Silang UU Omnibus Law Ciptaker Maha Karya Rezim berkuasa dan MoU Cheng Du, adalah bentuk nyata Pelanggaran Hak Asasi Manusia lewat perampasan hak Ekonomi, Sosial dan Budaya dari Penduduk Asli Kampung Tua Pulau Rempang,” jelas Verry.
Kedua, GNPR menilai bahwa tragedi kemanusiaan di Rempang adalah pelanggaran nyata terhadap tujuan bernegara sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Konstitusi UUD 1945 yakni, melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia memajukan kesejahteraan umum, serta mencerdaskan kehidupan bangsa.
“Ketiga, menuntut Pemerintah Pusat untuk menghormati hak penduduk asli Kampung Tua Pulau Rempang dengan menghentikan Proyek Rempang Eco City serta dicabut dari Proyek Strategis Nasional, sebelum ada pembicaraan, penyelesaian dan kesepakatan dengan warga terdampak proyek tersebut,” ujar Verry.
Keempat, menuntut kepada Kapolri agar warga peserta aksi penolakan terhadap penggusuran paksa Kampung Tua Pulau Rempang agar dibebaskan dari tahanan.
Kelima, GNPR juga menuntut Kapolri dan Panglima TNI untuk bersikap humanis, menarik mundur pasukan serta mencopot Kapolda Kepulauan Riau, Kapolsek Barelang dan Komandan TNI AL Batam yang terlibat dalam kekerasan fisik terhadap masyarakat sipil.
Terakhir, yang keenam, GNPR menyerukan kepada seluruh rakyat agar bersatu padu tegakkan amanat Konstitusi UUD 1945.
Baca juga: Ribuan Massa GNPR Gelar Aksi Bela Rempang di Jakarta
red: adhila