Gugat Ambang Batas Parlemen ke MK, Partai Ummat: Tak Masuk Akal dan Berpotensi Membelah Bangsa
Jakarta (SI Online) – Partai Ummat menggugat ambang batas parlemen yang tertera pada Pasal 414 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum karena logikanya tidak masuk akal dan sangat merugikan partai politik peserta pemilu.
Pasal 414 Ayat (1) tersebut berbunyi, ”Partai politik peserta pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara paling sedikit empat persen dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR.”
Ketua Umum Partai Ummat Ridho Rahmadi mengatakan bahwa Pasal 414 Ayat (1) pada Undang-Undang ini sangat tidak masuk akal dan berpotensi menciptakan keterbelahan bangsa karena ketidakadilan yang ditimbulkannya.
“Karenanya Partai Ummat akan mengajukan judicial review atau peninjauan kembali atas pasal bermasalah ini dan kami mengajak segenap anak bangsa agar bersama-sama menegakkan keadilan. Partai Ummat berjuang untuk melawan kezaliman dan menegakkan keadilan,” ujar Ridho dalam konferensi pers di Kantor DPP Partai Ummat, Tebet, Jakarta Selatan, Senin (4/9/2023).
Ridho menjelaskan partai politik yang berhasil memperoleh kursi DPR RI di 47 Daerah Pemilihan (Dapil) belum tentu bisa menempatkan 47 wakilnya di parlemen bila 47 kursi itu diperoleh dari dapil yang jumlah pemilihnya sedikit.
Sebaliknya, kata Ridho, meskipun hanya memperoleh 19 kursi, tapi bila kursi tersebut didapatkan dari dapil yang jumlah pemilihnya banyak, maka partai politik tersebut bisa langsung melenggang ke DPR RI.
“Keganjilan ini bersumber dari ambang batas parlemen empat persen (4%) yang basisnya adalah suara, bukan kursi. Ini jelas tidak adil dan cara berpikirnya ganjil,” jelas Ridho.
Hasil kajian dan simulasi yang dilakukan Partai Ummat menunjukkan partai politik peserta pemilu yang berhasil meraih kursi di setiap daerah pemilihan di luar Pulau Jawa dan beberapa kursi di dapil Pulau Jawa sebanyak 47 kursi, atau setara dengan lebih dari delapan persen (8%) jumlah total kursi DPR RI, namun bila 47 kursi itu dikonversi menjadi suara (votes) maka hanya menjadi 3,34 persen suara sah nasional.
“Dengan demikian maka partai politik tersebut otomatis tidak lolos masuk Senayan karena ambang batas parlemen atau parliamentary threshold itu empat persen (4%) suara sah nasional. Jelas ini cara berpikirnya kacau,” kata dia.
Ridho mengatakan ketidakadilan ambang batas parlemen ini bisa dilihat pada kasus PPP yang pada Pemilu 2019 meraih 4,52 persen suara sah nasional padahal hanya meraih 19 kursi dari dapil padat penduduk di sejumlah propinsi.
Penerapan ambang batas parlemen yang hanya berdasar atas perolehan suara sah nasional, kata Ridho, sangat tidak masuk akal, tidak proporsional, dan tidak adil.
“Bahkan lebih dari itu, sangat tidak mencerminkan keterwakilan pemilih yang tersebar dan beragam di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.” tuturnya.
Ridho mengatakan atas dasar hal ini maka Partai Ummat mengajukan Permohonan Pengujian atas Pasal 414 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) terhadap norma Pasal 1 Ayat (3) dan Pasal 22E ayat (1) serta Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Oleh karena itu, tambah Ridho, Partai Ummat berharap kepada Mahkamah Konstitusi untuk menyatakan Pasal 414 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, membatalkannya demi hukum, dan melakukan perbaikan atasnya.
“Partai Ummat memohon kepada Mahkamah Konstitusi agar basis ambang batas perlemen atau parliamentary threshold tidak hanya didasarkan pada jumlah empat persen (4%) suara (votes) tetapi juga jumlah empat persen (4%) kursi di parlemen.” tandas Ridho.
Sementara itu, proses judicial review tersebut sedang dilakukan oleh Tim Hukum Partai Ummat.
“Hari ini Partai Ummat telah mendaftarkan judicial review tersebut ke MK,” tandas Tim Hukum Partai Ummat Sabar Sitanggang.
Menurutnya, upaya judicial review ini juga untuk kepentingan partai lain, bukan hanya untuk Partai Ummat.
red: adhila