MASAIL FIQHIYAH

Halal, Haram, dan Syubhat: Polemik Baki MBG dalam Tinjauan Islam

Apabila baki yang belum disucikan tersebut kemudian digunakan untuk wadah makanan yang bersifat basah atau lembap, maka makanan itu akan ikut terkena najis. Dengan demikian, makanan tersebut menjadi najis hukumnya dan haram untuk dikonsumsi oleh umat Islam.

Adapun apabila baki itu diproduksi tidak seperti yang penulis asumsikan—minyak babi hanya digunakan sebagai pelumas—yakni, minyak babi menjadi salah satu bahan campuran pembuatan lembaran stainless steel yang akan dicetak menjadi baki, maka hukumnya menjadi haram. Tidak hanya haram untuk digunakan, namun juga haram untuk dibeli/impor. Sebab salah satu syarat sah jual-beli dalam Islam adalah barang yang ditransaksikan bukan barang yang najis.

Penutup

Isu penggunaan baki MBG yang diduga mengandung minyak babi bukan hanya perkara teknis produksi semata, melainkan juga menyangkut persoalan prinsipil dalam ajaran Islam mengenai kehalalan dan kesucian. Islam menekankan bahwa setiap muslim wajib berhati-hati terhadap apa yang dikonsumsi, karena makanan dan minuman yang halal-thayyib berpengaruh langsung terhadap kebersihan hati dan lahirnya akhlak mulia.

Dari uraian di atas, dapat ditegaskan bahwa penggunaan minyak babi, baik sebagai bahan campuran maupun pelumas dalam proses pembuatan baki, menimbulkan konsekuensi hukum yang jelas. Jika benar baki terkontaminasi, maka ia wajib disucikan sesuai ketentuan penyucian najis mugallaah. Apabila hal ini tidak dilakukan, maka makanan yang bersentuhan dengan wadah tersebut menjadi najis dan haram untuk dikonsumsi. Bahkan, apabila minyak babi digunakan sebagai bahan baku, maka hukumnya lebih berat lagi, yaitu haram digunakan, diperjualbelikan, maupun diimpor.

Oleh sebab itu, peran pemerintah, lembaga sertifikasi halal, serta pihak produsen menjadi sangat penting untuk memastikan keamanan dan kehalalan setiap produk yang beredar di tengah masyarakat.

Bagi umat Islam sendiri, sikap kehati-hatian terhadap perkara syubhat perlu terus dijaga, sebagaimana dianjurkan dalam hadis Nabi Saw. Dengan demikian, terwujudlah kehidupan yang tidak hanya sehat secara jasmani, tetapi juga bersih secara rohani, sehingga dapat melahirkan generasi yang beriman, berakhlak, dan berintegritas.

Hal ini selaras dengan tujuan program Makanan Bergizi Gratis, yaitu bergizi di sini sesuai dengan makan ayyib[an] yang telah penulis uraikan di atas. Demikian, wallāhu a’lam.[]

Zuhaili Zulfa, Mahasiswa Pendidikan Agama Islam, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Laman sebelumnya 1 2 3

Artikel Terkait

Back to top button