Hamas Desak Penguasa Sudan Berhenti Lecehkan Warga Palestina
Gaza (SI Online) – Gerakan Perlawanan Islam Palestina, Hamas, pada Jumat (24/9) menyerukan Kepala Dewan Kedaulatan Sudan Abdel Fattah Al-Burhan dan Perdana Menteri Sudan Abdullah Hamdok untuk berhenti melecehkan warga Palestina di negara itu.
Dalam sebuah pernyataan, Hamas menyerukan Al-Burhan untuk “Secara pribadi tidak ikut campur dan berhenti melecehkan orang-orang Palestina di Sudan, termasuk mengambil alih investasi, rumah, dan perusahaan mereka, yang mereka peroleh dan bangun secara legal dan dengan persetujuan negara.”
Pada Rabu lalu, Reuters melaporkan bahwa para pejabat dari satuan tugas yang dibentuk untuk membongkar rezim Presiden terguling Omar Al-Bashir menyita real estat, saham perusahaan, sebuah hotel di lokasi utama Khartoum, sebuah biro pertukaran, stasiun TV dan lebih dari sejuta hektar lahan pertanian.
Baca juga: Buntut Normalisasi dengan Israel, Sudan Sita Aset Sejumlah Perusahaan Terkait Hamas
Hari berikutnya, Hamas membantah memiliki aset atau investasi di Sudan. “Kami tidak memiliki investasi di Sudan.”
Juru Bicara Hamas Hazem Qassem mengumumkan dalam sebuah pernyataan, menunjukkan bahwa semua aset tersebut dimiliki oleh pengusaha Palestina dan investor yang tidak memiliki hubungan dengan Hamas.
Hamas menegaskan kembali bahwa mereka tidak memiliki masalah dengan otoritas di Sudan, dan bahkan menunjukkan sejarah hubungan baik antara Sudan dan Palestina.
Gerakan perlawanan Palestina juga mengutip dukungan dari pemerintah Sudan berturut-turut terkait masalah Palestina ketika Omar Al-Bashir masih berkuasa.
“Kami berharap rakyat Palestina dan isu Palestina dijauhkan dari perkembangan politik di negara Arab, mengingat Palestina adalah isu sentral bagi negara-negara Arab dan Muslim,” tegas Hamas.
Pada 23 Oktober 2020, Sudan mengumumkan normalisasi hubungan dengan negara pendudukan Israel, meskipun ada tentangan dari rakyat Sudan dan sebagian besar gerakan politik dan LSM Sudan, termasuk faksi-faksi yang merupakan bagian dari badan yang berkuasa, menolak normalisasi tersebut.