Hanya Al-Qur’an yang Bisa Mengatasi Krisis Dunia
وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ ۖ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا
“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.” (QS. Al Kahfi 28)
Kalimat berikutnya setelah beriman kepada ghaib, adalah menegakkan shalat. Maknanya bersungguh-sungguh dalam menjalan shalat. Ia berusaha sungguh-sungguh memahami makna-makna doa dan ayat Al-Qur’an yang dibacanya. Bila ia telah sungguh-sungguh (khusyu’) menjalankan shalat, maka tidak mungkin ia akan melakukan perbuatan keji dan mungkar. Ia tidak akan berzina, tidak akan membunuh sembarangan, tidak akan mencuri/korupsi, tidak akan meneguk minuman keras. Tidak akan melakukan dosa-dosa besar.
Al-Qur’an mengingatkan,
اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلَاةَ ۖ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ ۗ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ
“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al-Qur’an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. al Ankabut 45)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ وَمَنْ يَتَّبِعْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ فَإِنَّهُ يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ ۚ وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ مَا زَكَىٰ مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ أَبَدًا وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يُزَكِّي مَنْ يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah syaitan, maka sesungguhnya syaitan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar. Sekiranya tidaklah karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. an Nuur 21)
Shalat adalah ajaran yang sangat penting dalam Islam. Perintah shalat tidak datang lewat malaikat Jibril, tapi langsung dari Allah SWT kepada Nabi Muhammad Saw ketika Isra’ Mi’raj. Rasulullah Saw menyatakan bahwa beda Muslim dan kafir adalah shalat.
Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya yang pertama kali akan dihisab dari amal hamba adalah shalat. Jika shalatnya baik ia benar-benar telah beruntung dan sukses. Dan jika shalatnya rusak benar-benar telah celaka dan merugi.” (HR. at-Tirmidzi dan an-Nasa’i)
“(Batas) antara hamba dan kekufuran adalah meninggalkan shalat.” (HR Tirmidzi dan Abu Dawud).
“Ikatan antara mereka dan kita adalah shalat. Barangsiapa meninggalkannya makai a telah kafir.” (HR Tirmidzi dan Nasa’i).
Begitu pentingnya shalat ini, orang yang sakit atau bepergian pun diwajibkan shalat. Bila seseorang tidak bisa berdiri, maka boleh dilakukan dengan duduk. Tidak bisa duduk, bisa dilakukan dengan berbaring. Untuk orang yang musafir (bepergian) maka diberi keringanan untuk melakukan jama’ dan qashar.
Dalam sebuah hadits dikatakan, bahwa shalat adalah mi’rajnya orang mukmin. Yakni, ketika shalat itu terjadi hubungan dekat dengan Tuhan (Allah). Orang yang shalat akan merasakan kedekatan itu dan menumbuhkan rasa bahagia dalam hati.