Harga Sembako di Malaysia Lebih Murah dari Indonesia, Ini Sebabnya
Jika di Indonesia harga beras sekitar Rp120.000 setiap sepuluh kilo, maka di Malaysia hanya sekitar Rp87.000 saja.
Padahal sawah padi di Indonesia sangat luas dibandingkan dengan Malaysia yang hanya mengandalkan import beras.
Jika minyak goreng di Indonesia sekilo sekitar Rp17.850, maka di Malaysia hanya sekitar Rp8.400.
Padahal Indonesia memiliki kebun kelapa sawit seluas mata memandang hampir di setiap Provinsi, Kabupaten dan Desa.
Jika di Indonesia harga gula perkilo sekitar Rp17.270, maka di Malaysia hanya sekitar Rp9.500 saja.
Padahal potensi untuk menanam tebu dan menghasilkan gula sendiri di Indonesia jauh lebih banyak peluanganya
Jika harga ayam di Indonesia sekitar Rp33.900 sekilo, maka di Malaysia hanya sekitar Rp26.000 saja
Semua ini dipengaruh oleh faktor harga BBM dimana di Indonesia harga bensin adalah Rp11. 600. Sementara di Malaysia harga bensin yang lebih baik kualitasnya adalah Rp6800 saja.
Begitu jugalah harga sayur, telur, susu, semen, besi dan sebagainya yang lebih murah di Malaysia dari Indonesia.
Walaupun harga di atas tidak tetap dan selalu berubah, namun apa yang pasti adalah ianya masih tetap lebih mahal di Indonesia dari di Malaysia.
Harga Internet per 1 GB di Indonesia adalah Rp 6.854 sementara di Malaysia harga per 1 GB hanya Rp6. 705 dengan kelajuan 5.5 MPS vs Indonesia hanya 4.1 MBPS
Ini belum lagi bila dibandingkan dengan gaji dan income per kapita rakyat Malaysia yang jauh lebih baik dari Indonesia.
Jika dibandingkan dengan indeks persepsi korupsi, indeks kebahagiaan, indeks kemudahan melakukan bisnes dan berbagai indeks lainnya tetap saja Indonesia kalah dengan Malaysia apalagi sama Singapura yang tidak memiliki SDA yang mencukupi.
Lalu kita bertanya mengapa Malaysia lebih murah padahal mereka rata-rata import dan Indonesia jauh lebih luas dan punya potensi untuk menghasilkannya sendiri di dalam negeri.
Kuncinya adalah good governance dan itu perlu kepada perubahan kepemimpinan negara dari warna lama kepada udara baru yang lebih segar dan menyegarkan.[]
Afriadi Sanusi, Doktor bidang Sains Politik Islam Universiti Malaya Kuala Lumpur