QUR'AN-HADITS

Harta dan Anak adalah Perhiasan Dunia

Di era digital ini, pencapaian sering kali diukur dari angka seperti saldo rekening, jumlah pengikut, aset investasi, hingga prestasi anak-anak yang dipajang di media sosial, ada yang lelah mengejar validasi. Dunia modern mendorong kita untuk terus menunjukkan keberhasilan semakin banyak, semakin cepat, semakin terlihat . Namun, di balik sorotan layar dan kemegahan pencapaian, banyak yang diam-diam merasa kosong.

Akan tetapi, kita sering kali lupa bertanya: “Untuk apa semua ini?” Kita mengejar harta, membanggakan anak-anak, membangun mimpi demi mimpi, namun jarang berhenti sejenak untuk merenung, apakah semua itu akan benar-benar bertahan? apa warisan sejati yang ingin kita tinggalkan di dunia ini? apakah hanya sebatas materi dan keturunan, ataukah ada sesuatu yang lebih abadi dan bernilai?

Surah Al-Kahf ayat 46 datang sebagai pengingat yang lembut sekaligus tajam:

اَلْمَالُ وَالْبَنُوْنَ زِيْنَةُ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَاۚ وَالْبٰقِيٰتُ الصّٰلِحٰتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَّخَيْرٌ اَمَلًا ۝٤٦

“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, sedangkan amal kebajikan yang abadi (pahalanya) adalah lebih baik balasannya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.”

Ayat ini seperti cermin yang mengajak kita menilai kembali apa yang kita anggap penting dalam hidup. Harta dan anak bukanlah sesuatu yang buruk, keduanya bisa menjadi bentuk anugerah dari Allah, bagian alami dari kehidupan dunia.

Namun, Al-Qur’an melalui Surah Al-Kahf ayat 46 mengingatkan bahwa semua itu hanyalah ziinah (perhiasan), yang sifatnya sementara dan bisa menipu jika tidak disikapi dengan bijak. Nilai sejatinya bukan terletak pada keberadaannya, melainkan pada bagaimana kita memperlakukan anugerah tersebut: apakah ia membawa kita lebih dekat kepada-Nya atau justru menjauhkan?

Menariknya, ayat ini kemudian menekankan pentingnya al-bāqiyātu aṣ-ṣāliḥātu — amal-amal kebajikan yang kekal. Secara bahasa, al-bāqiyāt berarti “hal-hal yang tetap bertahan” atau “yang abadi”, sedangkan aṣ-ṣāliḥāt berarti “yang baik dan saleh”. Jika digabungkan, frasa ini merujuk pada amal-amal kebaikan yang tidak hanya berdampak di dunia, tetapi terus mengalir pahalanya bahkan setelah seseorang tiada. Para ulama menafsirkan al-bāqiyātu aṣ-ṣāliḥātu sebagai amal-amal seperti zikir, shalat, sedekah, menanam kebaikan dalam kehidupan orang lain, dan setiap perbuatan yang dilakukan dengan niat yang ikhlas karena Allah.

Disebutkan dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir bahwa pada dasarnya pemaknaan kata al-bāqiyātu aṣ-ṣāliḥāt adalah Subhanallah walhamdulillah wala ilaha illallah wallahu akbar sesuai dengan sabda Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Abu Hurairah ra, ia bercerita bahwa Rasulullah Saw bersabda:

سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ لِلهِ وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ هُنَّ الْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ

“Mahasuci Allah dan segala puji bagi Allah. Tiada ilah (yang berhak diibadahi) selain Allah, dan Allah Mahabesar adalah al-baaqiyaatush shaalihat.”

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button