Hasan Al-Bashri: Ulama Besar Ahli Tasawuf
Demi melakukan pengembangan atas ajaran tasawufnya, Hasan Al-Bashri juga mendirikan sebuah pusat keilmuan yang disebut dengan Madrasah al-Hasan al-Bashri. Madarasah tersebut merupakan sebuah forum untuk berdiskusi dan mengajarkan nilai-nilai keislaman. Ia mengajarkan materi-materi pendidikannya dengan dua cara. Pertama, ia menyeru kepada murid-muridnya untuk menghidupkan kembali kondisi masa salaf seperti pada masa Rasulullah Saw dan yang kedua adalah menyeru kepada muridnya untuk bersikap zuhud terhadap dunia.
Dengan kedalaman dan keluasan ilmu yang dimilikinya, muncullah banyak dari kalangan muridnya yang menjadi tokoh terkemuka dalam bidangnya masing-masing, di antara tokoh yang menjadi muridnya adalah Wasil bin Atha’ dan Amr bin Ubaid (tokoh pembesar aliran Muktazilah), Qatadah bin Di’amah as-Sadusi (perawi hadis dari Bashrah), Malik bin Dinar (seorang ulama dan zahid), dan Muhammad bin Wasi’ al-Azadi al-Basri (ulama dan ahli qiraat dari Bashrah).
Begitu dalam dan luas keilmuan dari Hasan Al-Bashri, sehingga banyak tokoh yang memberi pujian kepadanya, seperti Abu Qatadah yang menyatakan: “Bergurulah kepada syekh ini. Saya sudah menyaksikan sendiri. Tidak ada satu tab’in pun yang menyerupai sahabat Nabi selainnya”. Dan juga dari Anas bin Malik, seorang sahabat Nabi periwayat hadis, yang mengatakan bahwa apabila ingin menanyakan pertanyaan agama, Anas memerintahkan orang lain untuk menemui Hasan Al-Bashri.
Beberapa ulama bahkan menyebut nama Hasan Al-Bashri dalam kitab tasawuf mereka, di antaranya ada Qut al-Qulub karangan Abu Thalib al-Makki, Tabaqat al-Kubra karangan al-Sya’rani, dan Hilyah al-Auliya karangan Abu Nu’aim. Hal ini membuktikan kemasyhuran Hasan Al-Bashri dalam hal keilmuan pada saat itu.
Karya-Karya Hasan Al-Bashri
Mengenai karya dari Hasan Al-Bashri sendiri, masih terdapat perbedaan pendapat dari beberapa ulama. Imam Abu Zahrah berpendapat bahwa Hasan Al-Bashri tidak meninggalkan karya sama sekali, dan perkataan-perkatannya yang diketahui saat ini berasal dari riwayat muridnya. Sementara itu Ibnu Nadim berpendapat bahwa Hasan Al-Bashri pernah menulis sebuah kitab dan beberapa risalah. Yaitu sebuah kitab berjudul al-‘Adad atau ‘Adad Ayi Al-Qur’an Al-Karim, yang membahas tentang jumlah ayat yang ada di dalam Al-Qur’an.
Sedangkan risalah-risalah yang pernah ditulis oleh Hasan Al-Bashri antara lain; Risalah al-ikhlas yang membahas mengenai keikhlasan, Risalah Fada’il Makkah wa as-Sakan fih yang membahas mengenai keutamaan kota Mekkah dan ketenangan di dalamnya, Risalah Faraid ad-Din yang membahas mengenai kewajiban-kewajiban terhadap agama, dan Risalah Sifatul Imami al-Adil yang merupakan sepucuk surat nasihat yang ditulis oleh Hasan Al-Bashri kepada Umar bin Abdul Aziz mengenai kepribadian dan karakter dari seorang pemimpin muslim yang adil terhadap rakyatnya.
Selain itu di Maktabah Timur, Kairo terdapat beberapa manuskrip yang dinisbatkan kepada Hasan Al-Bashri yaitu Syurut al-Imamah yang membahas mengenai syarat-syarat bagi seorang pemimpin, Wasiyyah an-Nabi li Abi Hurairah yang berisikan nasihat dari Rasulullah Saw untuk Abu Hurairah, dan yang terakhir adalah al-Istigfarat al-Munqizat min an-Nar yang membahas bacaan istighfar yang dapat menyelamatkan dari api neraka.
Berdasarkan uraian yang telah disebutkan di atas kita bisa mengambil keteladanan dari Hasan Al-Bashri, baik dalam keilmuannya maupun dalam prinsip kehidupannya.
Awwalina Mukharomah, Mahasiswi dari Universitas Maulana Malik Ibrahim Malang.