NUIM HIDAYAT

Hati-Hati dengan Bola

Laki-laki kebanyakan senang bola, termasuk saya. Sejak kecil hingga mahasiswa saya senang bola. Baik bermain bola langsung di lapangan maupun menonton bola. Tapi setelah menikah kegiatan nonton bola itu aku kurangi. Aku khawatir kalau mengikuti terus turnamen bola, kesibukan pikiran jadi ke sana dan menjadikan perhatian ke hal-hal lain yang lebih penting terabaikan. Kini menonton bola hanya sekali-kali karena menemani anak laki-laki bungsu.

Bola adalah kegiatan fisik, kegiatan olah raga. Kegiatan fisik juga diperhatikan Islam. Bahkan kalau simak, shalat adalah kegiatan ruhani (jiwa) dan kegiatan fisik. Berjalan kaki ketika ke masjid, kata Rasulullah Saw, makin jauh makin banyak pahalanya. Rasulullah fisiknya kuatnya bukan main. Rasul pernah bergulat dengan seseorang dan menang. Rasul berjalan kaki -kadang-kadang naik unta- lebih dari 400 km dari Mekkah ke Medinah. Menurut Ibnu Qayyim, Rasulullah memimpin peperangan melawan orang kafir 27 kali.

Kegiatan fisik itu untuk menunjang kegiatan jiwa dan akal. Ada ulama yang menyatakan bahwa manusia itu terdiri dari tiga unsur. Fisik, jiwa dan akal. Fisik itu dipenuhi makanan minuman, dan olahraga (beladiri). Jiwa itu diisi dengan shalat, membaca Al-Qur’an, zikir, mendengarkan musik dan lain-lain. Sedangkan akal diisi dengan membaca, menulis, berdiskusi, merenung dan semacamnya.

Mana dari ketiganya yang lebih penting? Tentu kegiatan akal dan jiwa lebih penting. Meski demikian, kegiatan fisik jangan sampai diabaikan. Karena bila fisik kita sakit, kegiatan akal dan jiwa kadang ikut melemah. Apalagi bila sakitnya menyerang syaraf, stroke misalnya, akal dan jiwa ikut melemah. Karena itu salah satu doa yang disunnahkan adalah ‘Allahumma inni as’aluka salaamatan fiddin waafiyatan fil jasadi waziyadatan fil ilmi wabarakatan fi rizqi’ (Ya Allah aku memohon kepada Engkau selamatkanlah agamaku, sehatkanlah jasadku, tambahkanlah ilmu padaku dan berkatilah rezekiku).

Bola adalah kegiatan fisik yang digemari di seluruh dunia. Permainannya yang mengasyikkan dari kaki ke kaki membuat mata kita tahan untuk menikmatinya sekitar 90 menit. Apalagi bila bola masuk ke gawang, hormon kebahagiaan seperti mengalir dalam tubuh kita. Makanya bola dinikmati di hampir semua negara, baik Asia, Afrika, Eropa dan lain-lain.

Tapi pernahkah kita memperhatikan tingkah laku pemain bola di luar lapangan? Sebagian memuakkan. Di Eropa banyak pemain bola yang hobinya minuman keras dan pergaulan seks bebas. Maradona bintang top sepakbola tahun 90-an mengidap narkoba. Ronaldo terkenal gonta ganti perempuan dan seterusnya. Beberapa pemain bola yang Muslim di Eropa kabarnya menjaga dari perbuatan-perbuatan dosa besar itu. Wallahu a’lam.

Kefanatikan penonton terhadap kesebelasan kesayangannya juga kadang berlebihan. Di tanah air dan di Eropa permusuhan antar pendukung fanatik itu kadang berlebihan dan menimbulkan perkelahian (pembunuhan).

Tapi kadang kita senang juga melihat pendukung bola di Eropa. Penggemar Sepak Bola Paris Saint Germain (PSG), misalnya, pernah membentangkan spanduk berukuran raksasa bertuliskan “Free Palestine” di stadion Parc des Princes, Prancis, sebelum pertandingan Liga Champions melawan Atletico Madrid pada 6 November 2024.

Masyarakat di Eropa dan Amerika banyak yang mendukung kemerdekaan Palestina dan mengecam Israel. Sayangnya itu semua hanya dalam kata-kata dan dukungan kemanusiaan. Dukungan militer dari negara atau pemerintah di seluruh dunia, hampir tidak ada. Sehingga Israel terus hingga kini lenggang kangkung menjelma menjadi drakula, menghisap ratusan ribu darah manusia lain untuk menambah kekuatannya.

Bagaimana kegiatan bola di tanah air? Menyedihkan. Kini pemain asing yang dinaturalisasi yang kebanyakan main bola di tanah air. Baik dalam Tim Nasional maupun dalam liga bola di tanah air. Pengusaha nasional, Peter Gontha mengritik keras naturalisasi ini. “Apakah anda tau bahwa naturalisasi mereka hanya sementara, karena mereka mempunyai dua paspor, nanti kalau sudah selesai main di Indonesia mereka akan buang status WNI mereka?” kata Peter.

Pelatih Bahrain, Dragan Talajic mengritik, “Kalian memiliki 300 juta orang, sementara kalian mendatangkan pemain dari Belanda.”

Kritik-kritik dari pemerhati bola ini perlu diperhatikan Erick Tohir dan timnya. Kenyataannya tanpa naturalisasi, Indonesia pernah hampir lolos dalam kompetisi Piala Dunia. Pada tahun 1985, tim bola Indonesia menjuarai grup dan harus melawan Korea Selatan agar bisa lolos Piala Dunia. Tapi takdir belum berpihak pada Indonesia. Tim bola kita kalah oleh Korea Selatan sehingga gagal masuk ke Piala Dunia 1986 di Meksiko.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button