NUIM HIDAYAT

Hati-Hati terhadap Yahudi!

Eep Saefullah Fatah sebenarnya kader Liddle juga. Tapi ia kabarnya tak sampai selesai doktornya. Mungkin Eep nggak cocok dengan Liddle. Profesor Yahudi ini pernah berkata sinis terhadap istri Eep, Sandrina Malakiano, yang berjilbab.

O ya, satu lagi mahasiswa Liddle adalah Salim Said (almarhum). Ia dikenal sebagai ahli militer di Indonesia. Setelah tua, nampak Salim semakin saleh. Ia menulis buku tentang bahaya komunis dan juga menyibak peran Benny Moerdani dalam perpolitikan di tanah air saat itu.

Bila para mahasiswa Liddle ramai-ramai memujinya, beda dengan Amien Rais. Amien tahu jejak Liddle di Amerika dan Indonesia. Amien memang ahli politik yang mempunyai pemahaman Islam yang mumpuni. Amien mengatakan Liddle, Yahudi Tengik. Sebuah perkataan yang sangat kasar. Tapi perkataan itu pantas disematkan kepadanya, karena pendidikan yang diberikannya menghancurkan akidah Islam.

Amien adalah tokoh penentang utama ide pluralisme agama yang dikembangkan Cak Nur dan Gus Dur. Sejak menjadi mahasiswa di Amerika, tulisan-tulisan Amien telah menghiasi majalah Islam di tanah air, di antaranya Panji Masyarakat.

Kritik keras Amien Rais terhadap Liddle ini rupanya menjadi bahan makalah bagi Burhanuddin Muhtadi ketika mengambil kuliah di Australian National University (ANU). Di makalahnya itu Burhan mengritik tajam Mohammad Natsir, Amien Rais dan lain-lain yang benci kepada Yahudi.

Yang aneh dalam makalah berbahasa Inggris itu Burhan menyatakan tidak ada ‘jaringan Yahudi’. Saya pernah menulis di Tabloid Suara Islam (2014) menanggapi makalah Burhan itu dengan judul: “Burhanudin Muhtadi, Menyanjung Orientalis dan Memojokkan Islam.”

Cak Nur, Gus Dur dan Yahudi

Cak Nur dan Gus Dur memang seperti terkesima dengan Yahudi. Ide-ide Yahudi tentang pluralisme agama dipegangnya erat. Cak Nur menerbitkan jurnal Ulumul Qur’an yang menampung juga tulisan intelektual Yahudi. Banyak tulisannya di jurnal itu, diantara yang menohok gerakan Islam adalah tulisan tentang bahaya fundamentalisme agama. Tulisan-tulisan Cak Nur, Gus Dur dan pengikutnya diberi tempat yang luas oleh Kompas.

Gus Dur memang dikenal dekat dengan Yahudi. Ia sering membela Yahudi (dan kaum Kristen). Saking dekatnya, ia memperoleh Shimon Peres Award. Ketika Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) terbentuk dan ramai umat Islam menyambutnya, Gus Dur menentangnya. Yang ramai ditentang tokoh Islam saat itu, adalah ketika Gus Dur membawa keliling Jenderal Benny Moerdani ke pesantren-pesantren setelah peristiwa Tanjung Priok, 1984.

Gus Dur dan Cak Nur tentu ada kebaikannya. Tapi catatan-catatan merah dari tokoh-tokoh Islam kepada keduanya tak bisa diabaikan.

Kini bila Yahya Staquf dan lima cendekiawan NU ‘terkesima dengan Yahudi’, maka mereka hanya melanjutkan pemikiran tokoh sebelumnya (Gus Dur). Dan ini diakui sendiri oleh Staquf. Mereka seperti orang desa yang takjub melihat gemerlapnya kota. Mereka takjub lihat gedung-gedung tinggi, rumah rumah mewah dan lain-lain. Mereka takjub melihat benda, lupa melihat manusia.

Mereka melihat Israel hebat, Yahudi hebat. Mereka hanya melihat akal Yahudi yang hebat, tapi jiwanya kotor. Mereka melihat Israel teknologinya hebat, negaranya sejahtera dan lain-lain. Mereka lupa bahwa negara itu hasil rampokan. Negara itu dibangun dengan ribuan darah umat Islam mengalir, jutaan umat Islam mengungsi.

Yahudi Israel, jiwanya sekali lagi saya katakan, seperti drakula. Makin banyak darah yang mengalir, makin gembira. Yahudi, karena tidak ada ‘kitab suci’ maka mereka hanya menggunakan akal dan nafsu. Dan nafsu manusia bila sudah marah dan dendam, maka semua akan dilibasnya. Semua yang menentang dirinya, akan dimusnahkannya sampai (kalau bisa) mati semua yang menentangnya.

Laman sebelumnya 1 2 3 4 5Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button