NUIM HIDAYAT

Heran, Prabowo Beri Kemewahan kepada Para Wakil Menteri

Walhasil, kemewahan (kerakusan) pejabat masih dipelihara oleh Prabowo. Mengapa wakil menteri harus merangkap sebagai komisaris BUMN. Padahal gaji dan tunjangan wakil menteri itu sudah cukup untuk mereka hidup layak di tanah air.

Mungkin Prabowo melihat bahwa gaji anggota DPR bisa mencapai ‘ratusan juta’ tiap bulan. Padahal kerja DPR banyak santainya daripada seriusnya.

Disinilah kelemahan Prabowo. Harusnya ia berani menurunkan gaji anggota DPR atau para pejabat tinggi lainnya. Misalnya ia mematok bahwa gaji dan tunjangan para pejabat tinggi di tanah air maksimal 40 juta per bulan. Bila ‘revolusi manajemen penggajian’ tidak dilakukan di negeri ini, bangsa ini akan terus dilanda kemiskinan.

Presiden ke-8 ini tidak memikirkan bahwa jumlah rakyat miskin di Indonesia masih membludak. Menurut BPS, jumlah kemiskinan di Indonesia hanya 24 juta orang. Sedang menurut Bank Dunia, jumlah kemiskinan sekitar 171 juta orang.

BPS menggunakan standar kemiskinan dengan pendapatan minimal Rp602.139 per kapita per bulan. Sedangkan Bank Dunia (2024) menggunakan standar kemiskinan, pengeluaran orang per hari 6,85 dolar. Bila pengeluaran per hari 3,65 dolar, maka jumlah orang miskin di Indonesia masih 44,5 juta orang.

Mungkin pengalaman Prabowo yang dalam ‘hidupnya tidak pernah miskin’, sehingga ia tidak merasakan bagaimana menderitanya hidup dalam kemiskinan.

Selama negara ini para pemimpinnya bermewah-mewah dan rakus harta, maka tujuan Indonesia adil dan makmur tidak akan tercapai. Untuk mencapai kemakmuran, para pemimpin negara itu yang harus memberikan teladan hidup sederhana.

Bila manajemen kekayaan negara seperti ini dilanggengkan, Prabowo hanya bermimpi untuk memberantas kemiskinan di Indonesia. Yang menikmati kekayaan akhirnya para pejabat, orang-orang terdekatnya dan partainya. Masyarakat terus dilanda kemiskinan dan hanya berharap suatu saat datangnya ‘Ratu Adil’ yang memberikan kemakmuran di negeri ini. Wallahu alimun hakim.[]

Nuim Hidayat, Direktur Forum Studi Sosial Politik.

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

Back to top button