HNW Kritik Rancangan Perubahan UU Sisdiknas yang Ciderai Pesantren
Wakil Ketua Majelis Syuro PKS ini juga memahami penjelasan dari Kemendikbudristek yang mengatakan penghapusan tunjangan-tunjangan itu akan diiringi dengan janji untuk memberikan penghasilan yang layak kepada guru secara langsung. Namun, hal tersebut baru merupakan sebatas ‘janji’, sehingga tentu wajar apabila ada kekhawatiran bila janji itu tidak terealisasi.
“Jadi, lebih baik secara eksplisit dan definitif ditegaskan saja di dalam RUU, bahwa konsep yang ada tidak untuk menghilangkan tunjangan tersebut, dan tidak untuk merugikan kesejahteraan guru,” kata HNW.
Ia menambahkan bahwa kesejahteraan guru dan dosen merupakan salah satu bentuk pelaksanaan prinsip Keadilan sosial sebagaimana ketentuan Pancasila dan Pembukaan UUD, dan merupakan salah satu pilar utama untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
“Kalau para pendidiknya saja tidak sejahtera, atau terus berada dalam ketidakpastian, bagaimana kualitas pendidikan Indonesia dapat maksimal ditingkatkan. Karena pendidik merupakan salah satu pelaku dan pemangku kepentingan utama di dalam sukses pendidikan dan pengajaran,” tuturnya.
Lebih lanjut, HNW juga mengingatkan agar Kemendikbudristek perlu secara berhati-hati dalam menyusun draft perubahan ini dan kemudian membahasnya bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), juga dengan Organisasi dan Ormas-Ormas serta para Pakar yang sangat dikenal komitmennya soal Pendidikan, apalagi perubahan ini juga mencakup UU Sisdiknas (UU No. 20 Tahun 2003), UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi sekaligus.
Apalagi, ada juga banyak kritikan publik terhadap RUU Sisdiknas ini, seperti kurikulum yang dinilai belum bisa menjawab tantangan ke depan, isu berkaitan dengan komersialisasi pendidikan yang bisa berujung kepada korupsi seperti di kasus Unila, dan hal-hal lainnya yang perlu disusun dan dibahas secara hati-hati dan seksama.
Meski begitu, HNW juga berharap agar perubahan UU Sisdiknas yang mengakui PAUD ini juga dapat mengakomodasi aspirasi dari Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini Indonesia (HIMPAUDI) terutama dari sektor non formal untuk diberlakukan secara setara dan adil dengan pendidik-pendidik lainnya.
“Aspirasi ini sudah mereka sampaikan bertahun-tahun, bahkan sampai ke Mahkamah Konstitusi. Sudah selayaknya negara memberikan perhatian yang layak bagi mereka juga,” tukasnya.
Itu juga sebagai konsekwensi logis karena alhamuduliLlah RUU Sisdiknas ini mengakui jenis pendidikan anak usia dini (PAUD) ke dalam jenjang pendidikan, sebelum pendidikan dasar.
“Ini merupakan langkah yang baik dan maju, tetapi harus dipastikan bahwa langkah tersebut juga berimplikasi positif kepada para guru-guru PAUD , untuk mendapatkan hak-haknya sebagai pendidik seperti Pendidik dalam jenjang pendidikan yang lain. Kemendikbudristek harus benar-benar mendengarkan masukan dan kritik-kritik, agar tak ulangi tragedi, agar tujuan dan visi pendidikan Nasional sebagaimana dinyatakan tegas dalam Pasal 31 ayat (3) dan (5) UUD NRI 1945 dapat terwujud,” pungkas HNW.
red: adhila