Hukum Mati Mensos, Logika Hukum Firli dan Mahfud MD
Dalam ayat 1 dinyatakan: Setiap orang yang secara melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara, atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun.
Denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 Milyar.
Ayat 2, dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.
Dalam keadaan tertentu ini bersifat interpretatif. Pemerintah menafsirkan bahwa keadaan tertentu itu adalah bencana alam. Sementara Covid-19 bencana non alam.
Benar bahwa Firli tidak secara tegas menyebut Covid-19 bencana non alam. Tapi berbagai pernyataannya terkesan ambigu.
Ketika berbicara di Komisi 3 DPR RI Firli menyatakan, pelaku korupsi dana Covid-19 bisa dihukum mati. Begitu juga ketika berbicara dalam wawancara di sejumlah media.
Sekarang dia mencoba mencari jalan aman. Mengambangkannya dengan kata “tengah mendalami.”
Soal dalam atau tidak dalamnya, lain lagi urusannya. Yang penting tekanan publik bisa diredam.
Firli saat ini tengah menikmati “kesuksesan” KPK menangkap dua orang menteri.
Fakta itu setidaknya bisa meredam sikap skeptis publik terhadap KPK, di bawah kepemimpinannya.
Firli sekarang mengambil alih peran. Dia langsung tampil dalam setiap jumpa pers mengenai OTT Mensos.
Sebelumnya ketika OTT Menteri Kelautan cukup diserahkan ke wakilnya.
Dia tengah menikmati sorotan kamera. Sambil berhitung-hitung jangan sampai menggigit tulang yang terlalu keras.
Bagi Firli —bukan bagi penyidik ya— beberapa OTT ini semacam lucky blow, pukulan keberuntungan dalam tinju.
Dia mencoba memanfaatkan second wind, semangat baru setelah sebelumnya limbung terkena hook keras berbagai kasus pribadinya.
Syukur kalau dia bisa membuat lompatan kodok karirnya karena “sukses” memimpin KPK.