Hukuman bagi Pelaku Homoseks
Para Shahabat Nabi Saw, kata Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah dalam kitab “Raudhah Al-Muhibbin wa Nuzhah Al-Musytaqin”, telah sepakat bahwa pelaku homoseks harus dihukum mati. Namun mereka saling berbeda pendapat dalam cara pelaksanaannya saja.
Khalid bin Al-Walid pernah menulis surat kepada Abu Bakar As-Shiddiq ra bahwa dia mendapati di sebuah perkampungan bangsa Arab seorang laki-laki yang dinikahkan dengan laki-laki lain, sebagaimana pernikahan dengan wanita. Maka Abu Bakar mengumpulkan beberapa orang dari kalangan shahabat, yang di antara mereka ada Ali bin Abu Thalib. Abu Bakar meminta pendapat mereka mengenai masalah ini. Ali yang paling keras pendapatnya. Dia berkata, “Yang seperti ini tidak pernah dilakukan umat manapun kecuali satu umat, lalu Allah berbuat seperti yang telah kalian ketahui terhadap mereka. Maka menurut pendapat saya, orang seperti itu layak untuk dibakar. Maka bakarlah orang itu dengan api.”
Berbeda dengan Ali, menurut Umar bin Al-Khaththab, sejumlah shahabat dan tabi’in, orang itu harus dirajam dengan lemparan batu hingga mati, baik dalam keadaan sudah menikah atau bujangan. Imam Ahmad juga sependapat dengan ini. Begitu pula Ishaq, Malik dan Az-Zuhry. Jabir bin Zaid berkata tentang orang yang bersetubuh pada dubur (sodomi), “Dubur itu lebih diharamkan daripada kemaluan. Dia harus dirajam, baik dalam keadaan sudah menikah atau bujangan.” Menurut Asy-Sya’by, dia harus dibunuh, dalam keadaan sudah menikah atau bujangan.
Ibnu Abbas pernah ditanya tentang hukuman orang yang melakukan homoseks. Maka dia menjawab, “Dia harus diikat di sebuah bangunan yang paling tinggi di kota, lalu dirajam dengan lemparan batu. Sedangkan Ali pernah merajam pelaku homoseks lalu memfatwakan untuk membakarnya.” Jadi seakan-akan Ibnu Abbas memperbolehkan dua jenis hukuman ini.
Ibrahim An-Nakha’I berkata, jika seseorang harus dirajam dua kali, maka orang yang melakukan homoseks juga harus dirajam dua kali. Ada segolongan ulama yang berpendapat, dia dirajam dengan lemparan batu jika sudah menikah, dan mendapat pukulan atau cambukan jika bujangan. Ini merupakan pendapat Asy-Syafi’i dan Ahmad dalam suatu riwayat darinya, Sa’id bin Al-Musayyab dalam suatu riwayat darinya dan Atha’ bin Abu Rabbah.
Atha’ berkata, “Saya pernah menyaksikan tujuh orang yang dihadapkan kepada Ibnu Az-Zubair karena mereka telah melakukan homoseks. Empat orang sudah menikah dan tiga orang masih membujang. Dia memerintahkan empat orang untuk dikeler di depan Masjidil Haram, lalu mereka dirajam dengan lemparan batu. Lalu dia memerintahkan tiga orang lain untuk dihukum dengan pukulan atau cambukan. Sementara saat itu di dalam masjid ada Ibnu Umar dan Ibnu Abbas.
Ibnul Qayyim menyimpulkan, perbedaan pendapat tentang hukuman bagi pelaku homoseks dapat dibagi menjadi tiga macam:
Pertama: Hukuman bagi pelaku homoseks harus lebih besar daripada pezina, sebagaimana hukumannya di akhirat nanti juga lebih keras. Kedua: Hukumannya seperti hukuman pezina. Dan, ketiga: Orang yang dijadikan obyek homoseks dihukum dengan pukulan atau cambukan, karena dia tidak bisa menikrnati perbuatan itu seperti yang dirasakan pelakunya.
Sebagian fuqaha, lanjut Ibnul Qayyim, juga berpendapat tidak ada hukuman yang bisa dijatuhkan kepada kedua pelaku. Sebab perbuatan itu hanya sekedar lari dari tabiat dan perbuatan yang dianggap buruk, sehingga hal ini tidak bisa dijadikan alasan bagi pembuat syariat untuk menjatuhkan hukuman kepada keduanya. Seperti orang yang memakan bangkai, darah, minum kencing dan lain-lainnya. Menurut mereka, namun jika seseorang melakukan homoseks secara terus-menerus, maka dia bisa dibunuh sekadar sebagai pelajaran bagi yang lain. Pendapat ini juga ditegaskan para sahabat Abu Hanifah.
Ibnul Qayyim sendiri berpandangan, yang benar -menurutnya- hukuman bagi pelaku homoseks harus lebih keras daripada hukuman bagi pezina. Karena para shahabat sudah menyepakati pendapat ini. Sebab homoseks lebih banyak kerusakannya dan jauh menyimpang dari kesucian. Di samping itu, Allah tidak pernah menghukum suatu kaum yang lebih keras daripada hukuman yang dijatuhkan kepada kaum Luth. Wallahu a’lam.