Ibadah Haji Wajib Difasilitasi Negara
Usulan kenaikan biaya haji baru-baru ini disampaikan Kementerian Agama Republik Indonesia.
Dikutip dari cnbcindonesia.com, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengusulkan kenaikan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) 1444 H/2023 M menjadi Rp6,2 juta. Gagasan ini ia berikan pada paparan Rapat Kerja bersama Komisi VIII DPR pada Kamis lalu (19/01).
Jumlah ini berasal dari 70% rata-rata Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) sebesar Rp69.193.733,60. Sedangkan 30% berasal dari nilai manfaat dana haji sebesar Rp29.700.175 yang dibayarkan oleh pemerintah.
Kenaikan biaya tersebut terbilang naik menjadi dua kali lipat dari biaya perjalanan ditahun sebelumnya, yang hanya berkisar sekitar Rp39,8 juta. Meski pemerintah beralasan menaikkan biaya haji dalam rangka memberikan keseimbangan dan keadilan antara beban jamaah dan keberlangsungan dana nilai manfaat BPIH. Kondisi tersebut tentu sangat kontra dan membebani rakyat.
Anggota Fraksi PKS di Komisi VIII DPR, Bukhori Yusuf menyatakan penolakan terhadap usulan pemerintah yang ingin menaikkan biaya haji 2023 yang dibebankan kepada jamaah menjadi Rp69,2 juta. PKS menilai usulan pemerintah lewat Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas itu jelas menyulitkan rakyat. (cnnindonesia.com)
Penyelenggaraan Haji Butuh Visi
Konsep pengelolaan haji sejak awal memang sudah bermasalah. Diketahui bahwa Badan Pengelola Keuangan Haji telah menginvestasikan dana haji dalam bentuk sukuk, deposito dan bentuk-bentuk lainnya. Pengelolaan ini diambil dari uang setoran awal jamaah haji reguler Rp25 juta dan US$9000 bagi haji khusus.
Hasil investasi tersebut kemudian akan digunakan untuk menyubsidi biaya penyelenggaraan haji tiap tahunnya. Namun pengelolaan tersebut nyatanya tidak mampu mencukupi kebutuhan penyelenggaraan haji. Belum lagi penumpukan antrian haji yang dari tahun-ketahun makin lama masa tunggunya.
Semua kondisi yang tidak ideal ini menunjukkan sinyal bahwa BPKH sebagai pengelola keuangan haji masih asal-asalan dan tidak serius mengurusi rakyat selama dibawah kepemimpinan penguasa kapitalis.
Dalam kepemimpinan penguasa kapitalisme sekuler tidak ada visi bahwa pemerintah mengurusi urusan rakyat. Penguasa di dalamnya justru memposisikan dirinya ibarat penjual dengan pembeli. Standarnya adalah untung rugi maka tidak heran kebijakan yang mereka berikan selalu mempertimbangkan asas keuntungan semata.
Dalam Islam, negara hadir bertujuan untuk mengurusi urusan rakyat. Nabi Muhammad Saw bersabda, “Imam (Khalifah) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urusi.” (HR. Bukhari).