Ibnu Abbas: Sahabat yang Fakih dan Ahli Tafsir
Pada suatu hari Umar memanggil saya, dan saya datang bersama-sama dengan para sahabat lain, serta saya tahu bahwa umar memanggil saya hari itu adalah untuk menunjukkan kelebihan saya kepada mereka, kemudian umar berkata, “Apakah komentar anda terhadap firman Allah: “Apabila telah datang kemenangan dan pertolongan dari Allah?”(surat an-Nashr).
Salah seorang diantara mereka menjawab, “Kami diperintah untuk memuji dan memohon ampunan kepada Allah bila kita mendapat pertolongan dan kemenangan”. Para sahabat yang lain terdiam semuanya, lantas Umar bertanya kepada saya, “Apakah komentarmu juga seperti itu wahai Ibnu Abbas?” Aku menjawab, “Tidak” Umar bertanya lagi, “Lalu bagaimana komentarmu?” Saya menjawab, “Itu adalah saat kewafatan Rasulullah Saw yang diberitahukan oleh Allah kepadanya.” Allah berfirman; “Apabila telah datang pertolongan dan kemenangan dari Allah, itu adalah suatu isyarat tanda dekatnya ajalmu wahai Muhammad, maka sucikanlah dengan memuji Rabbmu dan memohonlah ampunan kepada-Nya, karena Dia adalah Dzat yang Maha Penerima Taubat.” Kemudian Umar berkata, “Saya tidak tahu mengenai kandungan ayat ini melebihi apa yang kamu katakan. (HR Bukhari).
Selang beberapa bulan kemudian, benarlah seperti yang dikatakan Ibnu Abbas, Rasulullah Saw berpulang ke Rahmatullah. Ini adalah satu bukti kecerdasan yang dimiliki Ibnu Abbas dalam bidang tafsir, dan beliau juga seorang yang berpikiran sehat dan teguh memegang amanat.
Berpulang ke Rahmatullah
Telah menjadi sunatullah, setiap insan tak dapat melepas diri dari ujian dan cobaan. Tak terkecuali Ibnu Abbas, dalam menikmati usia uzurnya, beliau mendapat cobaan dari Dzat yang Maha Kuasa, berupa lemah pandangan dan kedua penglihatannya.
Saat tertimpa musibah ini, datanglah sekelompok orang dari penduduk Thaif menghadap Ibnu Abbas, sambil membawa ilmu buah karya beliau, seraya meminta agar beliau membacakannya. Permintaan itu menjadikan Ibnu Abbas bimbang. Lantas beliau berkata, “Sesungguhnya aku bimbang lantaran musibahku ini. Maka barangsiapa yang memiliki ilmu dariku, maka hendaknya ia bacakan di hadapanku. Sesungguhnya pengakuanku seperti bacaanku sendiri”. Kemudian sekelompok orang itupun membacakan buah karya itu di hadapan beliau.
Pada tahun 78 H, Ibnu Abbas wafat di Thaif dalam usia 81 tahun. Yang menyalati beliau dan sekaligus menjadi Imam adalah Muhammad bin Hunaifah, beliau pula yang memasukkan ke dalam kuburnya.
Disebutkan pula dalam Siyar al-‘Alam an-Nubala’, hadits yang diriwayatkan Thabrani menerangkan, bahwa Ibnu Jubair menceritakan, saat Ibnu Abbas wafat di Thaif, kami menyaksikan jenazahnya, maka tiba-tiba kami melihat burung putih datang yang tidak diketahui bentuk dan wujudnya. Kemudian masuk kedalam keranda mayat Ibnu Abbas. Kami memandang keranda itu dan berpikir apakah burung tersebut akan keluar, ternyata burung tersebut tidak diketahui keluarnya dari keranda mayat itu. Dan saat mayat telah dimakamkan tiba-tiba di tepi kuburan Ibnu Abbas terdengar suara bacaan ayat al-Quran surat al-Fajr 27 -30:
“Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Rabbmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah kedalam surga-Ku.” (QS al-Fajr 27-30).
Suara itu tidak diketahui siapakah yang membacanya. Wallahu A’lam.
(Bernard Abdul Jabbar)