SUARA PEMBACA

Ibu-Ibu Pengajian Disoal, Wujud Nyata Sekulerisme

Pentingnya pemahaman agama seorang Ibu

Dalam asuhan para wanita terutama seorang ibu merupakan awal tumbuhnya generasi baru yang menjadi tugas yang sangat mulia dalam perannya memperbaiki masyarakat. Dalam sebuah ungkapan syair dikatakan “ibu adalah sebuah madrasah (tempat Pendidikan) yang jika kamu menyiapkannya berarti kamu menyiapkan (lahirnya) sebuah masyarakat yang baik budi pekertinya”.

Bagaimana mungkin seorang ibu bisa menjadi madrasah pertama bagi anak-anaknya tanpa ilmu agama yang baik, Hal itu sangat tidak masuk akal. Seorang ibu adalah teladan bagi anak-anaknya. Tentunya jika ingin mencetak generasi yang bertakwa maka sang ibu juga harus bertakwa. Jika ingin anaknya menjadi orang yang baik, maka tentu seorang ibu harus menjadi seseorang yang baik terlebih dahulu.

Allah SWT berfirman dalam surat Al-Furqaan ayat 74: “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kami dan keturunan kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi golongan orang-orang yang bertakwa.”

Dari ayat di atas, orang tua dituntut untuk menjadi teladan yang baik bagi anak-anaknya. Semua itu bisa diwujudkan jika para ibu senantiasa bersemangat untuk terus memperbaiki diri dengan mempelajari agama dan mengamalkannya serta mengajarkan kepada anak-anaknya. Hadir di pengajian dianggap melalaikan anak adalah tuduhan tak berdasar.

Ini adalah bentuk salah paham terhadap aktivitas menuntut ilmu agama yang hukumnya fardhu’ain bagi setiap muslim termasuk Muslimah. Jika tidak dilaksanakan maka akan terhitung sebagai pelalaian kewajiban sebagai muslim dan akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak.

Pengajian menjadi alternatif untuk memahami berbagai hukum Allah secara kaffah yang dibutuhkan dalam mengarungi kehidupan, termasuk dalam mendidik anak agar selalu dalam ridho Allah. Ilmu wajib yang justru tidak didapatkan di bangku sekolah yang memiliki kurikulum sekuler justru bisa didapatkan melalui kegiatan pengajian yang diadakan diluar Pendidikan formal bahkan terkadang dengan biaya yang gratis. Ilmu agama dianggap tak penting sehingga hanya diberi waktu 2 (dua) jam per minggu bahkan diwacanakan untuk dihapus dari kurikulum pendidikan di Indonesia.

Dalam negara Islam, mengkaji Islam secara kaffah merupakan bagian dari program pembinaan kepribadian setiap individu yang terintegrasi dalam kurikulum dan kebijakan negara lainnya sehingga akan menghasilkan individu yang beriman dan bertakwa, tinggi taraf berpikirnya, kuat kesadaran politiknya yang juga menjadi bekal bagi para ibu untuk mendidik anaknya menjadi muslim berkepribadian Islam calon pemimpin masa depan.

Peradaban Islam telah melahirkan banyak teladan perempuan mulia yang telah berhasil mencetak generasi yang bertakwa. Imam Syafi’i yang merupakan seorang yatim dapat menjadi seorang imam besar yang ilmunya menebar banyak manfaat bagi kaum muslimin hingga akhir zaman, beliau dilahirkan dan dibesarkan oleh seorang ibu yang begitu peduli dengan pendidikan anaknya.

Atau kisah ibu Imam Ahmad bin Hanbal yang ditinggal wafat suaminya di usia 30 tahun dan enggan menikah lagi. Ia hanya fokus memenuhi kebutuhan anaknya dan berhasil menjadikannya sebagai salah seorang imam madzhab yang empat.

Dari beberapa kisah tersebut terlihat bahwa betapa besarnya pengaruh seorang ibu yang memiliki pemahaman agama dan keimanan yang kuat. Mereka akan mencetak generasi yang hebat dan membawa manfaat bagi umat. Mental para ibu yang bervisi surga pencetak generasi bertakwa hanya mampu dilahirkan dengan membuang pemikiran sekuler dan menggantinya dengan pemikiran Islam. Wallahu A’lam bishshawab.

Suhailah Bassam Ariqah, S.Pd., Guru dan Aktivis Muslimah.

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

Back to top button