ICW: Pemerintah Habiskan Rp90,45 Miliar untuk Bayar Influencer
Jakarta (SI Online) – Lembaga anti korupsi Indonesia Corruption Watch (ICW), menemukan penggunaan anggaran pemerintah pusat untuk influencer atau pemengaruh senilai Rp90,45 miliar untuk sosialisasi kebijakan sepanjang tahun 2014 sampai 2019. Penggunaan para pemengaruh tersebut, lanjut ICW, mulai marak dilakukan pemerintah sejak 2017.
Dari penelusuran ICW yang merujuk pada situs Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) di 34 kementerian dan non-kementerian termasuk dua lembaga hukum, hampir semuanya menggunakan jasa influencer atau pemengaruh.
Salah satu contoh lembaga yang menggunakan para influencer adalah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk menyosialisasikan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun 2019.
Atas temuan ini, Egi Primayoga dari ICW mempertanyakan peran kehumasan pemerintah. “Jadi tidak berguna fungsi kehumasan.”
Namun pihak istana menyatakan influencer merupakan pelengkap jubir dan humas pemerintah, karena ‘mampu menyentuh akar rumput dengan bahasa yang mudah dicerna’.
Pada Februari lalu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan pemerintah bakal mengucurkan dana Rp72 miliar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 untuk influencer dalam rangka mempromosikan sektor pariwisata saat lesunya kunjungan turis imbas virus corona.
Egi menyoroti sejumlah nama influencer yang tercantum dalam LPSE, seperti Ayushita Widyartoeti Nugraha dan Gritte Agatha, dengan besaran anggaran yang ditawarkan mencapai Rp117 juta.
“Pengadaan sosialisasi PPDB ini ada banyak menggaet artis atau influencer, seperti Ahmad El Jallaludin Rumi dan Ali Shakib dan jumlahnya nggak jauh beda dengan yang sebelumnya,” ujar Egi dalam diskusi online, Kamis (20/08/2020).
“Bisa dicek langsung di Layanan Pengadaan Secara Eelektronik (LPSE) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Kalau cari kata kunci influencer pasti keluar semua.”
Lembaga lain yang juga memakai jasa influencer dari temuan ICW yakni Kementerian Pariwisata untuk kegiatan publikasi branding pariwisata melalui international online food dengan jumlah anggaran mencapai lima miliar.
Anggaran untuk influencer semakin meningkat
Penggunaan influencer juga dilakoni Kementerian Keuangan, Kementerian Perhubungan, hingga Kepolisian Republik Indonesia.
Dari sederet kementerian dan lembaga tersebut, lanjut Egi, Polri yang paling banyak menggelontorkan anggarannya untuk aktivitas digital yakni hingga Rp937 miliar.
“Kemenpar nilai anggarannya Rp263 miliar, Kemenkeu anggaran yang dikeluarkan Rp21 miliar, Kemendikbud yakni Rp1,9 miliar, Kemenhub anggaran untuk influencer Rp11 miliar,” tutur Egi.
“Anggaran belanja untuk influencer semakin marak sejak 2017 dan meningkat di tahun berikutnya.”
Egi menyebut penggunaan influencer oleh pemerintah nantinya akan semakin marak dan dengan anggaran yang jauh lebih besar. Namun di balik penggunaan para influencer tersebut, ia menilai pemerintah seakan tidak yakin dengan kebijakan yang dikeluarkan.
“Bahwa Jokowi tidak percaya diri dengan program-programnya sehingga harus menggelontorkan anggaran untuk influencer.”
“Selain tidak percaya diri, peran kehumasan pemerintah ke mana kalau influencer makin marak seperti ini? Jadi tidak berguna fungsi kehumasan.”
“Tidak menutup kemungkinan anggarannya akan lebih besar.”
Tapi lebih dari itu, menurut Egi, transparansi dan akuntabilitas anggaran dalam penggunaan influencer sangat lemah. Sebab tak ada tolok ukur yang dipakai ketika menentukan atau memilih seorang pemengaruh dalam menyosialisasikan kebijakan.
“Kebijakan yang menggunakan influencer apa saja? Termasuk influencer diberi disclaimer bahwa ini aktivitas berbayar atau didukung pemerintah dalam publikasi postingannya.”
“Lalu bagaimana pemerintah menentukan suatu isu butuh influencer? Bagaimana pemerintah menentukan individu yang layak menjadi influencer? Karena ini terkait akuntabilitas.”
sumber: bbc news indonesia