NUIM HIDAYAT

Idulfitri dan Bangsa yang Kehilangan Fitrahnya

***

Ulama besar Sayid Qutb setelah lebih kurang dua tahun kuliah di Amerika menyatakan kekecewaannya. Ia melihat masyarakat Amerika itu seperti mesin yang kehilangan nilai spiritualnya. Peradaban manusia yang kering, tidak disinari dengan Cahaya Ilahi. Kerja, kerja dan kerja. Tidak ada kerja dan doa atau kerja dan ibadah.

Ilmuwan Amerika, Danah Zohar dan Ian Marshall dalam bukunya ‘Spiritual Capital’ juga merasakan kegelisahannya melihat masyarakatnya sendiri. Ia jenuh melihat tetangga-tetangganya yang sering berantem. Ia dengan suaminya ke tanah air ‘menemui Ary Ginanjar’ untuk program bersama tentang pentingnya nilai spiritual.

Maka jangan heran para pemimpin Amerika tidak ada empatinya kepada masyarakat Palestina. Yahudi Israel yang telah membantai lebih dari seratus ribu orang Palestina tidak dicegahnya, bahkan malah dibantunya. Para pemimpin di sana kebanyakan Nasrani (Kristen) yang tak berdaya menghadapi lobi Yahudi Israel.

Israel bisa kita sebut sebagai bangsa yang kehilangan nilai spiritualnya. Bangsa ini jiwanya kotor penuh dengan kesombongan, dengki dan dendam. Mereka merasa dirinya sebagai bangsa terbaik, bangsa pilihan sehingga merasa bebas melakukan apa saja. Israel kehilangan empatinya kepada manusia lain di luar bangsanya. Sehingga kaum Yahudi yang tinggal di luar Israel banyak yang memusuhi bangsa Israel.

Ilmuwan Yahudi yang menentang pendirian negara Yahudi Israel diantaranya adalah Albert Einstein, Sigmund Freud, Noam Chomsky, Hannah Arendt dan Judah Magnes.

Albert Einstein, seorang fisikawan Yahudi terkenal, secara terbuka menentang pendirian Negara Israel di atas tanah Palestina. Ia menganggap pembentukan negara tersebut bertentangan dengan nilai-nilai esensial Yudaisme. Einstein bahkan pernah mengirim surat ke New York Times bersama sejumlah akademisi Yahudi lainnya untuk mengecam kunjungan Perdana Menteri Israel Menachem Begin ke Amerika Serikat. Ia menyamakan partai Begin dengan partai Nazi.

Kaum kafir mungkin ahli dalam bidang fisik atau keduniaan, tapi mereka bodoh dalam dunia kejiwaan (spiritual). Tidak ada nilai-nilai mulia tasawuf dalam kehidupan mereka. Tasawuf yang dilandasi keimanan kepada Allah dan Rasulnya. Mereka menyembah hawa nafsunya di dunia dan ujungnya adalah membuat kerusakan manusia lain dan kehidupan.

Allah swt mengingatkan,

أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَٰهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَىٰ عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَىٰ سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَىٰ بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَنْ يَهْدِيهِ مِنْ بَعْدِ اللَّهِ ۚ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ

“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” (QS al Jatsiyah 23)

Alhamdulillah kita Muslim dan fitrah kita mendorong untuk berbuat kebaikan dan bertindak adil kepada manusia atau bangsa lain. Wallahu alimun hakim.[]

Nuim Hidayat, Direktur Forum Studi Sosial Politik.

Laman sebelumnya 1 2 3

Artikel Terkait

Back to top button