Ijtima’ Ulama IV, Formulasi Baru Politik Islam
Pertemuan antar-ulama telah terjadi tiga kali di tahun 2018-2019 untuk membahas sikap politik ulama dan tokoh Nasional yang peduli terhadap Islam. Pertemuan itu merupakan musyawarah para ulama untuk memutuskan persoalan yang berkaitan dengan sikap politik Ulama di tahun 2019.
Pertama, Ijtima Ulama I yang diinisiasi oleh Gerakan Nasional Pengawal Fatwa atau GNPF-Ulama, telah melahirkan rekomendasi politik, untuk calon Presiden dan wakil presiden (cawapres) tahun 2019. Calon Presiden yang dipilih adalah Prabowo Subianto. Sementara calon wakil presiden pada waktu mendorong ulama yaitu Ustadz Abdul Somad (UAS) dan Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Al-Jufri. UAS sendiri menolak untuk masuk politik, otomatis Salim Segaf adalah alternatifnya.
Dinamika politik berkembang tak terduga, hingga pada hari terakhir muncullah nama Sandiaga Salahuddin Uno sebagai pendamping Prabowo pada Pilpres 2019. Pertimbangan politik dan manuver politik dari Demokrat dan partai-partai lainnya semakin menggeliat, namun ketetapan atas Sandiaga Uno telah terjadi.
Pasangan Capres Prabowo-Sandi kemudian menyatakan selalu bersama ulama dan umat. Meskipun keduanya bukan dari pemuka Agama, tetapi komitmennya untuk berjuang bersama umat dan agama patut diapresiasi. Untuk mengokohkan dukungan umat dan ulama tersebut, maka tokoh-tokoh Agama dan Politik berkumpul untuk mengadakan Ijtima’ Ulama II. Ijtima’ Ulama yang kedua ini melahirkan Pakta Integritas antara Paslon Pilpres 02 dengan ulama dan tokoh-tokoh politik. Terdapat 17 point yang disepakati bersama untuk diperjuangkan oleh Prabowo-Sandi apabila terpilih menjadi Presiden dan Wakil Presiden.
Pada pokoknya, hasil Ijtima’ Ulama II mengharapkan Presiden dan Wakil Presiden yang melakukan tindakan konstitusional, menghargai keberagaman, menjunjung tinggi nilai keadilan, kebenaran dan kejujuran berdasarkan pada falsafah bangsa Indonesia. Prabowo-Sandi menyanggupi pakta itu, dan menandatanganinya sebagai kontrak politik.
Ijtima Ulama bersifat rekomendatif dan evaluatif terhadap perkembangan dinamika politik nasional. Sehingga setelah pakta integritas telah disepakati, perjalanan politik semakin hari semakin menegangkan. Dalam kondisi ini ulama selalu mengedepankan musyawarah dan mufakat untuk mencari jalan tengah dalam penyelesaian polemik nasional.
Keributan yang paling menegangkan adalah adanya indikasi kecurangan dalam proses pemilu. Mengevaluasi kecurangan, ketidakadilan dan ketidakjujuran dalam proses Pemilu 2019, ulama kembali bermusyawarah di Sentul Bogor yang juga dihadiri oleh Capres 02 Prabowo Subianto. Dalam Ijtima Ulama III evaluasi itu melahirkan rekomendasi yang berisi lma point penting bagi kontestan dan penyelenggara pemilu.
Kesimpulan dari Ijtima III, telah terjadi kecurangan dalam pemilu, oleh sebab itu Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi untuk mengambil langkah konstitusional menggugat hasil pemilu. Ulama juga meminta kepada KPU dan Bawaslu untuk segera mendiskualifikasi Jokowi. Mengajak elemen bangsa untuk mengawal proses pemilu tersebut.