Ikhlas, Langkah Menuju Pribadi yang Kreatif

Ikhlas merupakan konsep yang sangat fundamental dan penting dalam ajaran Islam. Secara bahasa, kata “ikhlas” berarti murni atau tulus. Dalam kaitannya dengan Islam, ikhlas merujuk pada perbuatan seorang hamba yang murni semata-mata karena Allah, bukan karena dorongan (motivasi) eksternal, seperti pujian atau imbalan.
Diterima atau tidaknya sebuah amal tergantung pada seberapa ikhlas seorang hamba dalam beramal. Dengan demikian, ikhlas merupakan unsur yang sangat penting dalam amal seorang hamba. Sebagaimana difirmankan Allah dalam Surah An-Nisa Ayat 146, “…kecuali orang-orang yang bertaubat, memperbaiki diri, berpegang teguh pada agama Allah, dan ikhlas dalam menjalankan perintah-perintah-Nya, mereka bersama orang-orang yang beriman. Dan Allah akan memberi pahala besar kepada orang-orang yang beriman.”
Ikhlas merupakan salah satu dari sifat atau aktivitas batin (amal perbuatan hati), sehingga bukan perkara mudah untuk mengidentifikasi dan memiliki sifat ini. Jangankan orang lain, bahkan diri sendiri pun terkadang tanpa sadar telah kehilangan keikhlasan dalam amal-amalnya.
Kesulitan memiliki sifat ikhlas ini pula yang oleh Al-Ghazali, dalam kitab Ihya’ Ulumiddin, disebut sebagai alasan para ahli fikih tidak memasukkan ikhlas sebagai rukun atau fardu dalam salat. Dan, menurutnya, fatwa para ahli fikih ini termasuk dalam kategori fatwa darurat.
Akan tetapi, menurut Al-Ghazali, fatwa di atas hanya berlaku bagi orang awam, bukan pada mereka yang telah memahami hakikat dan pentingnya ikhlas dalam sebuah ibadah.
Dalam tulisan yang singkat ini, penulis akan mencoba menampilkan sebuah pendekatan psikologi sosial dalam usaha untuk memicu dan menanamkan sifat ikhlas di dalam diri seseorang.
Memahami Motivasi Intrinsik dan Ekstrinsik
Setiap perbuatan, selain perbuatan spontan, pasti memiliki sebuah motivasi. Dalam buku “Why Are We Less Creative than Westerners?”, Dr. Ng Aik Kwang membagi motivasi ini menjadi dua: intrinsik dan ekstrinsik.
Motivasi intrinsik adalah dorongan dari dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu. Alih-alih mengharapkan pujian dan imbalan dari orang lain, orang yang melakukan sesuatu karena dorongan intrinsik akan lebih memilih fokus pada apa yang ia perbuat.
Berkebalikan dengan motivasi intrinsik, motivasi ekstrinsik adalah dorongan yang berasal dari luar diri, seperti pujian, simpati, dan imbalan dari orang lain.
Orang yang melakukan perbuatan karena dorongan ekstrinsik biasanya akan mengesampingkan apa yang sedang ia perbuat, dan hanya fokus pada imbalan dan pujian yang bersifat eksternal. Hal ini dapat memengaruhi kualitas dari perbuatan yang ia sedang lakukan.
Kita ambil contoh seorang siswa ketika mengerjakan soal ujian. Siswa yang didorong oleh motivasi intrinsik akan lebih fokus pada soal di depannya dan berusaha semaksimal mungkin untuk mengerjakannya dengan penuh minat dan sukarela.
Sedangkan siswa yang mengerjakan soal ujian karena dorongan ekstrinsik akan cenderung mengerjakan soal dengan penuh tekanan dan keterpaksaan. Motivasi ekstrinsik sangat berpotensi membuat siswa ini melakukan tindakan yang dapat mengurangi kualitas pengerjaan soal, termasuk menyontek.