OPINI

Indonesia Bukan Kelinci Percobaan: Saat Kapitalisme Bereksperimen atas Nama Kemanusiaan

Baru-baru ini, dunia dikejutkan dengan rencana uji coba vaksin TBC baru yang didukung pendanaan dari Bill & Melinda Gates Foundation dan Wellcome Trust. Indonesia, bersama negara berkembang lainnya, disebut-sebut akan menjadi lokasi utama uji klinis vaksin tersebut.

Sekilas terdengar mulia: menyelamatkan nyawa dari penyakit mematikan. Namun, jika ditelusuri lebih dalam, agenda ini menyimpan aroma tajam dari sistem kapitalisme global yang tidak pernah sungguh-sungguh peduli pada nyawa rakyat kecil selama kepentingan bisnis dan kekuasaan tetap berjalan.

Mari kita lihat kenyataan di balik slogan “kesehatan untuk semua”.

  1. Kemanusiaan atau Bisnis Eksperimen?

Vaksin ini dikembangkan oleh raksasa farmasi GSK dan disokong miliaran dolar dari para taipan filantropi. Tetapi perlu dicatat: “filantropi dalam sistem kapitalisme bukanlah bentuk kasih sayang murni, melainkan investasi yang terselubung.” Uji klinis vaksin di negara-negara dunia ketiga bukan karena akses mudah, melainkan karena regulasi longgar, birokrasi lunak, dan rakyat miskin yang tidak banyak bertanya.

Indonesia dijadikan tempat uji coba karena dianggap “pasar empuk” jumlah penderita TBC besar, kesadaran masyarakat rendah, dan pemerintah gampang disusupi narasi bantuan luar negeri. Apakah ini bentuk bantuan? Atau pemanfaatan kondisi lemah suatu negeri untuk kepentingan segelintir korporasi?

  1. Negara Lemah dalam Cengkeraman Kapitalisme Kesehatan

Fakta bahwa Indonesia menyambut uji coba ini tanpa resistensi menunjukkan lemahnya kedaulatan kebijakan publik. Negara bukan lagi pelindung rakyat, melainkan agen pelaksana agenda global. Inilah buah pahit dari sistem kapitalisme yang mengukur segalanya dengan untung dan rugi. Kesehatan tak lagi hak rakyat, tapi jadi komoditas yang diperjualbelikan oleh lembaga donor, farmasi global, dan kepentingan politik luar negeri.

  1. Umat Islam Harus Waspada: Kesehatan Bukan Urusan Barat

Islam memandang kesehatan sebagai amanah, dan negara dalam Islam wajib menyediakan pelayanan kesehatan secara “gratis dan bermutu bagi seluruh rakyat”, tanpa perlu menadahkan tangan kepada korporasi asing. Dalam pemerintahan Islam, penelitian dan pengembangan obat adalah tanggung jawab negara yang dibiayai dari Baitul Mal, bukan diserahkan kepada pengusaha global dengan kedok kemanusiaan.

Umat Islam tidak boleh terjebak pada retorika “sains global” yang justru menempatkan kita sebagai objek, bukan subjek. Seharusnya negeri Muslim menjadi pusat peradaban medis yang mandiri, bukan ladang eksperimen Barat yang pongah.

Uji coba vaksin TBC ini bukan soal menyelamatkan nyawa, tapi soal siapa yang mengendalikan kehidupan. Saat kapitalisme menjajah atas nama kesehatan, umat Islam harus bangkit menyadari bahwa hanya dengan sistem Islam yang independen, adil, dan berdaulat, kehidupan manusia termasuk kesehatan bisa dijaga dari cengkeraman para “dewa penyelamat” yang sebenarnya serigala berbulu domba.

Selvi Sri Wahyuni M. Pd

Artikel Terkait

Back to top button