Ingin Kehidupan Anak Lebih Berkesan, Ayah Jangan Main Gawai Terus
Jakarta (SI Online) – Fatherless adalah kondisi ketika seorang ayah tidak hadir dalam kehidupan anaknya, baik secara fisik, psikologis, maupun emosional.
Ada sejumlah dampak pada anak laki-laki dan perempuan yang tumbuh dalam kondisi fatherless. Untuk laki-laki, mereka bisa tumbuh menjadi sosok yang kemayu dan tidak tegas. Sedangkan pada perempuan, mereka bisa dengan mudah jatuh cinta dengan sembarang pria.
Untuk mencegah hal itu terjadi, sebelum seorang laki-laki memutuskan untuk menikah atau punya anak, mereka harus berkomitmen agar lebih hadir dalam kehidupan anak-anaknya.
ADS: Untuk mendapatkan informasi seputar dunia medis, Anda dapat mengunjungi idikabkebumen.org
Founder Fatherman sekaligus praktisi Islamic parenting Ustaz Bendri Jaisyurrahman mengatakan, salah satu cara yang bisa dilakukan adalah tidak bermain gawai saat sedang bersama anak.
“Kalau bertemu anak, jangan sambil main handphone. Anak enggak akan merasa berkesan,” kata Ustaz Bendri, seperti dilansir Kompas.com.
Menurutnya, ketika seorang ayah bermain HP, fokusnya akan teralihkan pada barang elektronik tersebut. Padahal, ia sedang berada di satu ruangan yang sama dengan anaknya.
Di sisi lain, baik anak laki-laki maupun perempuan, membutuhkan perhatian tidak hanya dari sang ibu tetapi juga ayah.
Saat melihat ayahnya sibuk main HP, anak akan merasa diabaikan oleh ayahnya. Sebab, ayah sekadar “hadir”, tetapi tidak benar-benar hadir dalam kehidupan si kecil.
“Pertemuan (ayah dan anak) itu harus memorable. Kalau ketemu anak sambil main HP, anak enggak merasa berkesan. Hadir secara fisik. Peluk dan lihat wajah anaknya, bermain dulu,” imbau Bendri.
Dengan begitu, anak bisa merasakan bahwa ayahnya hadir dalam kehidupannya. Sebab, ada interaksi yang terjalin kontak fisik antara keduanya.
Cara lain agar ayah bisa lebih hadir dalam kehidupan anaknya adalah dengan rutin berinteraksi. Namun, interaksi harus penuh makna, bukan sekadar memberi nasihat atau ceramah.
“Jangan belum apa-apa keluar nasihat. Kalau ketemu anak, tanya gimana boneka kesayangannya, futsalnya gimana. Anak akan senang (karena) setiap manusia yang ditanya hobinya, pasti cerita. Ayah harus punya skill itu (berinteraksi dengan anak),” pungkas Bendri. [kompas.com]