Intelektualisme dan Aktivisme
Dua duanya diperlukan sebagai aktivis dakwah. Sebagai seorang Muslim yang ingin berperan dalam masyarakat.
Tanpa intelektualisme anda akan menjadi ‘pak turut’. Terus menjadi pengikut. Bahkan pemikiran yang salah pun anda ikuti. Intelektualisme mendorong seorang muslim untuk cinta pada ilmu. Cinta pada buku. Cinta pada majelis ilmu dan ibadah.
Seorang intelektual di dirinya nampak kehausan ilmu. Ia bukan hanya suka baca tapi gila baca. Baginya baca artikel-artikel di handphone tidak cukup. Ia harus baca buku. Ia harus menyimak para intelektual berdiskusi. Ia harus menelusuri informasi hingga ke akarnya.
Intelektual yang akan mengubah masyarakat. Generasi Islam terdahulu adalah para intelektual. Rasulullah adalah intelektual.jenius yang dibimbing wahyu. Khulafaur Rasyidin adalah intelektual atau ulama. Ulama yang umara.
Bila kita mendidik masyarakat, didiklah mereka hingga punya cita-cita jadi ulama atau intelektual Islam didiklah mereka agar jadi pemimpin di masyarakatnya. Jangan puas mendidik mereka hanya untuk menjadi ‘pak turut’. Seorang pemimpin intelektual ia selalu melakukan inovasi untuk mengatasi problem masyarakat dan mencerahkannya.
Tapi jangan berhenti anda menjadi intelektual belaka. Anda harus menjadi aktivis. Bila anda puas jadi intelektual tanpa terjun menjadi aktivis, anda seperti di menara gading. Anda pintar, tapi kepintaran anda hanya untuk sedikit orang. Ilmu yang kita miliki harus kita sebarkan untuk banyak orang. Harus bisa menggerakkan masyarakat untuk berubah lebih baik. Lebih Islami.
Jangan puas misalnya anda hanya menulis untuk jurnal. Tapi menulislah untuk banyak orang. Menulislah hingga orang banyak membaca gagasan bagus anda.
Seorang intelektual yang aktivis ia selalu bergelut dengan masalah di masyarakatnya. Ia perhatian terhadap politik, ekonomi, sosial, budaya dan berbagai ilmu lainnya. Karena pada dasarnya ilmu berkaitan satu dengan yang lain. Ia selalu ingin memecahkan problema masyarakatnya. Ia ingin masyarakat dan negaranya lebih baik. Intelektual aktivis Islam ingin mewarnai negaranya dengan nilai-nilai Islami.
Intelektual aktivis Islam tidak puas hanya mendasarkan dirinya pada ulama salaf. Ia juga memahami pemikiran ulama khalaf yang shalih. Ia juga mengikuti pemikiran pemikiran intelektual Islam yang mutakhir. Ia mencari ijtihad ijtihad baru yang dapat memberikan solusi terbaik untuk masyarakatnya.
Ia tidak ingin melihat Islam direndahkan. Dikatakan ketinggalan zaman dan sebagainya. Ia selalu berusaha menampilkan Islam yang mencerahkan dan jauh lebih hebat dari peradaban peradaban lain.
Ia ingat perkataan Sayidina Ali bahwa Islam itu mengatasi zaman. Islam itu pasti selaras dengan ilmu pengetahuan. Islam itu pasti selaras dengan akal yang sehat.
Di negeri yang kita cintai, kini terjadi pertarungan politik ekonomi sosial budaya dan lain lain. Sebagai intelektual aktivis, kita tidak boleh mengabaikannya. Kita mesti ikut dalam pertarungan itu. Kita mesti berjuang untuk memenangkan pertarungan itu. Bila tidak, maka kelompok di luar Islam yang akan memenangkannya.