Islam Rahmatan lil Alamin, Bukti Nyata Penerimaan Keberagaman Islam Sejak Awal

Isu toleransi dan keberagaman seringkali menjadi pembicaraan hangat di Indonesia. Hal ini karena Indonesia kaya akan keberagaman suku, budaya, agama, adat istiadat, bahasa, dan sebagainya. Keberagaman ini meniscayakan perbedaan pemikiran dan pola sikap di tengah masyarakat. Sehingga toleransi menjadi hal yang terus ditanamkan di sekolah untuk menumbuhkan sikap toleran ditengah murid. Isu toleransi juga sering dikaitkan dengan isu Islam moderat.
Islam moderat seringkali didefinisikan sebagai Islam yang bisa menerima segala perbedaan, menghargai agama lain, namun tak jarang menimbulkan polemik terkait batas-batasnya.
Lalu bagaimana sebenarnya Islam memandang toleransi, dan bagaimana Rasulullah Saw mengajarkannya?
Untuk memahami lebih lanjut dengan mendalam dan otentik, kita perlu melihat kembali sejarah Islam di masa awal, dimana prinsip Islam rahmatan lil alamin telah mampu mewujudkan toleransi yang konkret dan menjadi landasan interaksi antar keberagaman yang ada di tengah masyarakat.
Islam rahmatan lil alamin sesuai artinya Islam adalah rahmat bagi seluruh alam. Dari sini saja sudah menunjukkan bahwa Islam bukan hanya untuk etnis tertentu, namun Islam adalah agama yang diturunkan Allah bagi seluruh umat manusia. Manusia dengan segala keragamannya tentu bisa di-cover oleh Islam.
Jadi anggapan bahwa Islam tidak bisa menerima perbedaan adalah salah. Prinsip universal inilah yang kemudian bisa diimplementasikan secara nyata dengan berbagai keberagaman sejak masa awal Islam berkuasa, sebagaimana tercermin dalam berbagai catatan sejarah.
Sejak awal masa kekuasaan Islam, Islam telah berinteraksi dengan masyarakat dengan beragam etnis, agama, dan budaya seiring dengan penyebarannya.
Pada masa awal Rasulullah Saw mendirikan Daulah Islam di Madinah, Islam sudah hidup berdampingan dengan tiga agama lain: Nasrani, Yahudi, dan Majusi. Selanjutnya Islam terus menyebar ke seluruh Jazirah Arab.
Setelah Rasulullah Saw wafat, penyebaran Islam diteruskan oleh Khulafaur Rasyidin dan para Khalifah sesudahnya. Seiring futuhat Islam berjalan masif, berbagai bangsa mulai masuk ke dalam naungan kekuasaan Islam, mulai dari Irak, Persia, wilayah Romawi, Spanyol, Mesir, hingga Afrika Utara.
Di bawah kekuasaan Islam, bangsa-bangsa dengan beragam etnis, agama, budaya, dan tradisi tidak dipaksa untuk meninggalkan identitas mereka. Sebaliknya Islam memberikan pilihan kepada mereka apakah mereka akan masuk ke dalam Islam ataukah tidak. Jika tidak pun tak apa, mereka tetap akan mendapat jaminan jiwa, harta, kehormatan, dan keamanan mereka di bawah naungan Islam. Mereka hanya perlu membayar jizyah.
Jizyah bukanlah bentuk paksaan untuk memeluk Islam, melainkan kewajiban dari negara untuk nonmuslim yang memilih hidup di bawah naungan Daulah Islam sebagai kontribusi finansial mereka atas perlindungan dan keamanan yang diberikan Daulah Islam.