Islam Tak akan Zalim: Membuka Ulang Luka Amuntai dan Pengingat Pejuang Islam Bernegara

Tragisnya, dua bulan setelah surat itu dikirim, KH. Wahid Hasyim wafat dalam kecelakaan misterius di Cimahi. Sebuah takdir yang masih memunculkan tanya dalam benak umat: apakah suara keras itu sengaja dibungkam?
NU: Ketika Dulu Menjadi Garda, Kini Menjadi Tanda Tanya
Dulu, NU berdiri gagah bersama umat. Menandatangani Piagam Jakarta. Menjadi bagian dari Konstituante. Mengusulkan syariat sebagai dasar hukum. Tapi kini, banyak umat mulai bertanya-tanya: apakah NU masih satu barisan dengan cita-cita itu?
Perubahan besar itu tampak di era Gus Dur. Dalam kepemimpinannya, NU mulai meninggalkan perjuangan syariat, dan lebih condong kepada pluralisme ala Barat, demokrasi liberal, dan toleransi tanpa batas.
Gus Dur bahkan pernah berkata: “Kalau perlu, saya bubarkan saja MUI.”
Pernyataan ini bukan sekadar satire. Tapi sinyal bahwa perjuangan nilai-nilai Islam dianggap mengganggu sistem sekuler yang ingin dijaga.
Arah Baru Umat: Menegaskan
Tulisan ini bukan ajakan untuk nostalgia. Bukan pula sentimen terhadap siapapun. Ini adalah seruan untuk menyadarkan kembali umat Islam, bahwa ketika Islam diperjuangkan sebagai dasar kehidupan berbangsa dan bernegara, bukan pemecah belah yang akan lahir, tapi keadilan dan harmoni.
Negara Islam bukan ancaman. Ia adalah solusi. Islam bukan sumber perpecahan. Ia adalah tali pemersatu. Yang menolak Islam-lah justru yang menanam bibit-bibit retakan dalam tubuh bangsa.
Menyongsong Gelombang Ketiga Politik Islam
Kini saatnya umat Islam Indonesia bangkit kembali. Bukan untuk marah, tapi untuk menuntut keadilan. Bukan untuk memusuhi siapapun, tapi untuk memperjuangkan haknya.
Sejarah 1953 harus jadi pelajaran. Jangan sampai Islam kembali dianggap musuh hanya karena ada yang takut dengan cahaya keadilannya.
Dan kepada para Nahdliyyin, para pewaris perjuangan KH. Wahid Hasyim. Bukalah kembali sejarahmu. Ingatlah fatwa-fatwa perjuanganmu. Dan jangan biarkan Islam hanya dipanggil di mimbar, tapi ditolak dalam Undang-Undang.
Karena ketika Islam tegak dalam pemerintahan, tak akan ada yang dizalimi. Yang ada hanyalah bangsa yang damai dalam tuntunan wahyu, dan rakyat yang sejahtera di bawah naungan keadilan Ilahi.[]
Nunu A. Hamijaya, Sejarawan Publik