Islamofobia Akut Melanda India, Umat Islam Butuh Perisai
Di sisi lain, tuan-tuan penguasa negeri-negeri muslim pun tak berkutik. Dengan dalih tidak boleh mencampuri urusan negara lain, tuan-tuan penguasa hanya dapat mengecam dan mengutuk. Upaya diplomasi basa-basi dilakukan hanya sebagai pencitraan untuk meredam gejolak di tengah umat Islam. Upaya paling maksimal yang mereka lakukan adalah pemboikotan produk India, yang palingan juga tidak bertahan lama dengan dalih kepentingan ekonomi.
Inilah wajah asli tuan-tuan penguasa di negeri-negeri muslim dalam naungan demokrasi-sekuler. Ciut nyalinya dalam membela kehormatan dan kemuliaan kaum muslimin, bahkan kehormatan dan kemuliaan Baginda Nabi Saw. tercinta. Sikap yang sejatinya makin menumbuhsuburkan dan menguatkan islamofobia di dunia.
Inilah kondisi umat Islam hari ini. Tanpa perisai, tak berpenjaga. Di mana pun kakinya berpijak tidak lepas dari belenggu islamofobia akibat diterapkannya sistem yang jauh dari berkah, yakni sekularisme dan derivatnya.
Rahim sekularisme telah nyata melahirkan paham kebebasan yang kebablasan. Sehingga penghinaan terhadap manusia terbaik, Rasulullah Saw pun dianggap biasa. Inilah buah getir penerapan sistem yang lahir dari akal manusia yang lemah dan terbatas. Tidak pernah mampu menjaga fitrah dan menghadirkan penjagaan bagi umat manusia.
Penghinaan terhadap Baginda Nabi Muhammad Saw jelas tidak pernah akan terjadi, jika umat Islam berada dalam naungan sistem Islam. Sebab paradigma Islam memandang, tindakan menghina dan menistakan kehormatan dan kemuliaan Baginda Nabi Muhammad Saw adalah haram dan termasuk dosa besar. Perbuatan tersebut termasuk tindakan yang menyakiti Allah SWT dan Rasul-Nya.
Allah SWT pun melaknat para pelakunya sebagaimana termaktub dalam firman-Nya, “Sungguh orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya, Allah melaknati mereka di dunia dan di akhirat serta menyediakan bagi mereka siksaan yang menghinakan.” (TQS. Al-Ahzab [33]: 57).
Untuk itu, dalam naungan sistem Islam, khalifah sebagai kepala negara berkewajiban membungkam segala upaya penghinaan yang dilakukan oleh musuh-musuh Allah SWT dan Rasul-Nya terhadap Allah SWT, Rasul-Nya, Islam, dan umatnya. Sebab negara adalah junnah atau perisai bagi umat.
Tercatat dalam sejarah dengan tinta emas, bagaimana keberanian Sultan Abdul Hamid II membungkam para penghina Baginda Nabi Muhammad Saw. Pada masa pemerintahannya, terdengar kabar bahwa pemerintah Prancis berencana menggelar pertunjukan teater dengan tokoh utamanya, Baginda Nabi Saw. Pertunjukan tersebut jelas ditujukan untuk menghina Baginda Nabi Saw dan ajaran Islam.
Mendengar berita tersebut, Sultan Abdul Hamid II pun marah. Sultan pun langsung memanggil legasi Prancis. Dengan berani Sultan Abdul Hamid II pun berkata, “Akulah Khalifah umat Islam Abdul Hamid Han. Aku akan menghancurkan dunia di sekitarmu, jika kamu tidak menghentikan pertunjukan tersebut.”
Sultan berkata dengan rasa geram sambil melempar koran dari tangannya kepada legasi Prancis tersebut. Keberanian dan ketegasan sang Sultan inilah yang akhirnya membuat Prancis ketakutan dan akhirnya membatalkan pertunjukan tersebut. Inilah sikap yang dirindukan oleh kaum muslimin terhadap penguasanya saat ini. Sikap yang mustahil terwujud dalam naungan demokrasi-sekuler.
Alhasil, umat membutuhkan junnah (perisai) yang mampu menjaga kemuliaan Allah SWT, Rasul-Nya, Islam, dan umatnya. Rasulullah Saw bersabda: ”Sesungguhnya al-Imam itu perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan) nya.” (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dll). Wallahu’alam bissawab.
Jannatu Naflah, Praktisi Pendidikan