Islamofobia: Kebencian pada Islam Kian Nyata
Gelombang kebencian terhadap ajaran Islam semakin menggila. Sebelumnya muncul daftar penceramah yang dianggap radikal dan daftar pesantren yang dicap terkait terorisme.
Belum lama ini, seorang pendeta Saifuddin Ibrahim meminta Kementerian Agama agar menghapus 300 ayat Al-Qur’an karena dianggap sebagai sumber radikalisme. Tidak hanya itu, penistaan lain juga dilakukan oleh Yusuf Manubulu secara terang-terangan menantang umat Islam untuk menunjukkan kelebihan Nabi Muhammad Saw maupun Al-Qur’an dan hadits. Ia pun menyatakan bahwa kematian bukan produk tuhan, tapi produk setan (suara.com, 27/3/2022)
Selain itu, dalam Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas, frasa madrasah sebagai salah satu bentuk satuan pendidikan hilang. Dilansir dari suara.com, Dalam draf RUU Sisdiknas yang ada sekarang, hanya diatur tentang pendidikan keagamaan dalam pasal 32 dan sama sekali tak menyebut kata madrasah. Pasal 32 dalam draf RUU Sisdiknas berbunyi: “Pendidikan Keagamaan merupakan Pendidikan yang mempersiapkan pelajar untuk menguasai pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang menjadi landasan untuk menjadi ahli ilmu agama atau peranan lain yang memerlukan penguasaan ajaran agama” (30/3/2022)
Kebenciaan terhadap Islam terus bergulir ke seluruh penjuru dunia. Berbagai cara dilakukan untuk mengutak-atik Islam. Ajaran Islam dianggap sebagai ajaran yang tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Sehingga muncul narasi Islamofobia yang didukung sepenuhnya oleh Barat dan dilakukan oleh kaum Muslim yang terpengaruhi oleh pemikiran Barat dan kepentingan duniawi.
Dan parahnya lagi, narasi Islamofobia ini mendapat dukungan dari lembaga negara dan mendapat legitimasi atas nama memerangi radikalisme. Melalui tokoh yang dikenal oleh masyarakat, berbagai istilah Islam diganti sesuai dengan keinginan Barat agar jauh dari pemahaman Islam.
Berbagai propaganda terus digencarkan. Barat tidak ingin Islam tampil kembali ke permukaan sebagai satu kekuatan politik global. Mereka khawatir jika Islam bangkit kembali akan membahayakan eksistensi d9an dominasi mereka saat ini atas dunia. Karena itu, apa yang terjadi pada umat Islam saat ini terkait dengan strategi yang telah dirumuskan Rand Corporation untuk memecah belah umat Islam. Hal itu juga merupakan bagian dari strategi War on Islam.
Penerapan sistem sekularisme yang diadopsi negeri ini tidak mampu mengatasi para penista agama. Hukum yang ada tidak mampu memberikan sanksi tegas dan membuat efek jera bagi pelakunya. Maka wajar jika selalu bermunculan para penista agama yang merasa bahwa mereka memiliki kebebasan untuk berbuat dan bertindak.
Menyikapi hal ini, analis senior Pusat Kajian dan Analisis Data (PKAD) Fajar Kurniawan berpandangan, umat Islam tidak boleh diam. Umat Islam harus melakukan amar makruf nahi mungkar dalam kondisi apapun. Termasuk dalam melawan berbagai bentuk kezaliman yang diarahkan kepada Islam, ajaran, dan umatnya
Nabi Saw bersabda, “Siapa saja diantara kalian yang melihat kemungkaran, hendaklah ia mengubah kemungkaran itu dengan tangannya. Jika tidak mampu, dengan lisannya. Jika tidak mampu, dengan hatinya. Itulah selemah-lemah iman. (HR Muslim)
Hal serupa juga disampaikan seorang cendekiawan Muslim, Ustadz Muhammad Ismail Yusanto untuk menghadapi Islamofobia ada beberapa hal yang dapat dilakukan. Pertama, harus ada usaha untuk membentengi diri dengan meningkatkan pemahaman Islam yang benar. Kedua, harus digencarkan usaha amar makruf nahi mungkar, agar yang mungkar itu terbongkar dan yang ma’ruf makin menyebar.
Ketiga, harus ada upaya umat meningkatkan dukungan bagi perjuangan untuk tegaknya kembali kehidupan Islam yang didalamnya diterapkan syariah secara kaffah dalam naungan Khilafah.
Dengan begitu, segala bentuk propaganda dan kebencian terhadap Islam akan tuntas dengan menerapkan secara total hukum Islam. Wallahu’alam.
Novriyani, M.Pd., Praktisi Pendidikan.