INTERNASIONAL

Israel Pembohong, Sebut Dirinya Tentara Bermoral

Tanpa akuntabilitas, Tanpa Kendali

Investigasi majalah Israel +972 pada Juli 2024 menggambarkan situasi kelam: tentara Israel bebas menembak warga sipil Gaza tanpa batasan.

“Ada kebebasan total,” kata seorang tentara yang bertugas berbulan-bulan di Gaza. “Kalau ada rasa ancaman sedikit saja, tidak perlu dijelaskan – tinggal tembak saja … boleh menembak ke tubuh mereka, bukan ke udara.”

“Boleh menembak siapa saja, anak perempuan kecil, wanita tua,” lanjutnya.

Dari 52 penyelidikan yang diklaim dilakukan tentara Israel atas kejahatan yang dituduhkan sejak Oktober 2023 hingga Juni 2025, 88 persen terhenti atau ditutup tanpa tindakan, menurut studi Action on Armed Violence (AOAV). Hanya satu kasus yang berujung hukuman penjara.

Kasus-kasus itu mencakup pembunuhan 1.303 orang, melukai 1.880 orang, dan dugaan penyiksaan terhadap dua lainnya.

Bahkan ketika ada bukti video – seperti dugaan pemerkosaan massal terhadap tahanan Palestina di penjara Sde Teiman – tekanan publik, termasuk dari anggota kabinet Israel, akhirnya membuat para terdakwa dibebaskan.

Bahasa Dehumanisasi

Tuduhan bahwa tentara Israel rutin menyiksa orang Palestina sudah ada sejak 1967, ketika Bulan Sabit Merah mendokumentasikan penyiksaan sistematis di Penjara Nablus, Tepi Barat. Bahasa yang merendahkan manusia untuk menyebut orang Palestina semakin meningkat.

Sejak 1967, tokoh Israel seperti David Hacohen, mantan duta besar Israel untuk Burma (Myanmar), terekam menyangkal bahwa orang Palestina adalah manusia.

Pada 1985, survei terhadap 520 buku anak-anak berbahasa Ibrani menemukan 86 di antaranya menggambarkan orang Palestina sebagai “bukan manusia, pecinta perang, monster licik, anjing haus darah, serigala pemangsa, atau ular berbisa”.

Dua puluh tahun kemudian, ketika banyak tentara Israel kini masih bersekolah, 10 persen anak-anak Israel dalam survei menggambarkan orang Palestina sebagai hewan.

“Dehumanisasi terhadap Palestina adalah proses yang sudah berlangsung puluhan tahun,” kata Grassiani dari Universitas Amsterdam. “Tapi menurut saya sekarang sudah lengkap. Kita lihat kekejaman luar biasa sejak hari pertama hingga sekarang, dengan tentara Israel mencari balas dendam atas [serangan Hamas 7 Oktober],” tambahnya.

“Itu seperti bola salju menggelinding tanpa ada ujung bawahnya,” kata Haim Bresheeth, penulis An Army Like No Other, buku tentang militer Israel. “Tiap tahun kekerasan makin meningkat. Ide menggunakan warga sipil sebagai latihan menembak adalah konsekuensi logis. Itu olahraga baru, olahraga darah, dan olahraga semacam itu selalu berkembang dari bawah ke atas,” katanya tentang infanteri Israel. “Itu bengkok, penuh darah, dan sakit.” []

Simon Speakman Cordall
Sumber: AL JAZEERA

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

Back to top button