SIRAH NABAWIYAH

I’tibar dari Isra Mikraj Nabi Saw

Setiap bulan Rajab kaum Muslimin memperingati perjalanan Isra dan Mikraj Nabi Saw. Isra ialah perjalanan Nabi dari Masjidil Haram (Makkah) ke Masjidil Aqsha (al-Quds, Palestina). Mikraj ialah kenaikan Nabi menembus lapisan langit tertinggi sampai batas yang tidak dapat dijangkau oleh ilmu semua makhluk.

Semua itu ditempuh dalam semalam. Dan, di balik perjalanan tersebut terdapat i’tibar bagi umat Islam.

Mengapa perjalanan Isra Mikraj dimulai dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha? Peristiwa ini memberikan isyarat bahwa kaum muslimin di setiap tempat dan waktu harus menjaga dan melindungi Rumah Suci (Baitul Maqdis) dari keserakahan musuh Islam, dan mengingatkan umat Islam zaman sekarang agar tidak takut dan menyerah menghadapi kaum Yahudi yang selalu menodai dan merampas Rumah Suci.

Dalam perjalanan Isra Mikraj, Nabi Saw dipertemukam para nabi terdahulu, hal ini menjadi bukti adanya ikatan yang kuat antara Nabi Saw dengan nabi-nabi terdahulu.

Sabda Nabi Saw, “Perumpamaan aku dengan nabi sebelumku ialah seperti seorang laki-laki yang membangun bangunan, lalu ia memperindah dan mempercantik bangunan itu, kecuali satu tempat batu bata di salah satu sudutnya. Ketika orang-orang mengitarinya, mereka kagum dan berkata, “Amboi indahnya, jika batu batu ini diletakkan?” Akulah batu bata itu, dan aku adalah penutup para nabi.” (HR Bukhari dan Muslim).

Bahwa Nabi Saw mengimami para nabi dan rasul terdahulu dalam shalat jamaah dua rekaat di Masjidil Aqsha. Hal ini menunjukkan pengakuan, Islam adalah agama Allah terakhir yang diamanatkan kepada manusia. Agama yang mencapai kesempurnaannya di tangan Nabi Muhammad Saw.

Peristiwa Isra dan Mikraj menjadi bukti perjalanan Nabi Saw menembus dimensi waktu dan tempat, dalam rangka untuk menerima perintah shalat secara langsung. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peranan shalat bagi kehidupan kaum Muslimin.

Peringatan Isra dan Mikraj momentum bagi kaum Muslimin untuk mengevaluasi kualitas dan mengambil pelajaran dari nilai-nilai shalat. Sehingga shalat yang dilakukan dapat mengubah seseorang menjadi lebih bermakna dalam kehidupan pribadi dan sosial.

Shalat mendidik kaum Muslimin untuk mensucikan diri dari sifat buruk; mendidik persatuan umat; mendidik disiplin waktu; mendidik ketaatan kepada pemimpin; mendidik keberanian mengingatkan pimpinan; mendidik persamaan hak; dan mendidik hidup sehat.

Semoga Allah membimbing kita kaum Muslimin agar dapat mengambil pelajaran dari Isra Mikraj sebagai bekal membangun kehidupan berbangsa dan bernegara ke arah yang lebih baik. Semoga. []

Imam Nur Suharno, Kepala Divisi Humas dan Dakwah Pesantren Husnul Khotimah, Kuningan, Jawa Barat.

Artikel Terkait

Back to top button