Jangan Jadi Presiden, Kalau Tidak Mau Dicaci
Maka jangan heran, sewaktu Presiden SBY dulu berkuasa, ia tidak memperkarakan dirinya dikata-katai pendemo seperti binatang kerbau. SBY juga tidak mengerahkan pendukungnya untuk mempersekusi para pendemo.
Dalam sejarah Islam, kita ingat bagaimana Khalifah Umar bin Khattab begitu egaliternya. Ia tidak memperkarakan rakyatnya yang saat itu protes keras terhadap kain yang dibagikannya. Disebut dalam satu riwayat, seorang rakyatnya saat itu mengancam dengan pedang kalau Khalifah Umar tidak bisa menjelaskan tentang pakaian yang ia kenakan saat itu. Sebagaimana diketahui saat itu ada pembagian jatah satu potong pakaian untuk seluruh rakyat, termasuk Khalifah. Umar yang badannya tinggi besar, perlu dua potong pakaian untuk ukuran bajunya. Karena dipermasalahkan, Umar akhirnya menjelaskan bahwa bajunya itu ia dapatkan dari satu potong jatahnya dan satu potong jatah anaknya, Abdullah bin Umar.
Presiden Jokowi dalam kasus Rocky ini juga aneh. Ia menyatakan bahwa kasus Rocky ini masalah kecil, tapi ia membiarkan stafnya Moeldoko untuk marah-marah membela presiden di hadapan pers. Harusnya kalau ia menganggap kasus Rocky itu masalah kecil, ia mencegah Moeldoko untuk pasang badan kepadanya, melarang pihak kepolisian memproses kasus hukumnya, dan melarang para pendukungnya ‘mempersekusi’ Rocky.
Tapi begitulah di negeri ini. Sifat hipokrit itu biasa terjadi. Sebagaimana banyak politisi, mengatakan A tapi yang dilakukan B. Apalagi istana memang menerapkan demokrasi ini dengan setengah hati. China kini jadi rujukan dalam pembangunan dan kesejahteraan.
Jadi bila Rocky Gerung dijadikan tersangka dan dihukum penjara, maka demokrasi di negeri ini benar-benar telah sekarat. Kebebasan bicara yang dijamin UUD 45 dikebiri dan pemerintah berubah menjadi otoriter, sebagaimana negara China.
Sekaratnya demokrasi itu telah terlihat ketika Menko Marves Luhut Pandjaitan menuntut Haris Azhar dan Fathia di pengadilan. Hanya gara-gara pernyataan keduanya yang menghina Luhut.
Istana memang sedang tersihir oleh kemajuan China. Mereka rabun akan bahaya komunis China dan sifat diktatornya. Kini mereka terapkan sifat diktator itu untuk Haris Azhar, Fathia dan Rocky Gerung. Setelah sebelumnya gaya diktator itu mengena pada Syahganda, Edy Mulyadi dan lain-lain. Tentu rakyat yang mayoritas pendukung demokrasi (yang berketuhanan) tidak akan diam.
Maka disinilah pentingnya perubahan. Membawa Indonesia kembali ke jalan demokrasi, bukan jalan diktator ala China. Wallahu azizun hakim. []
Nuim Hidayat, Wakil Ketua Majelis Syura Dewan Da’wah Depok