Jangan Latah Ikut Rayakan Nataru
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk darinyaā€¯. (HR. Abu Daud)
Tidak terasa waktu begitu cepat berlalu bagai cahaya di pagi hari. Ya, satu hari lagi menuju tahun baru masehi menuju tahun 2023. Tetapi tahukah kita tentang sejarah tahun baru masehi itu seperti apa?
Sebagai seorang muslim semestinya kita harus lebih mengenal tahun baru Islam yang memakai kalender Hijriah. Namun sebagian muslim banyak yang tidak mengetahui perihal kalender Hijriah, karena yang selama ini kita gunakan adalah kalender Masehi, bahkan latah dalam hal perayaan tersebut.
Bagaimana sejarah tahun baru masehi? Biasanya perayaan ini ditandai dengan pesta kembang api, terompet, konvoi keliling, ada juga perayaan-perayaan yang justru menghabiskan banyak biaya yang selalu dilakukan di pengunjung tahun dan seakan menjadi sebuah kewajiban banget.
Tidak hanya di Indonesia, perayaan ini juga dilakukan di berbagai negara muslim apalagi negara-negara kafir yang telah berhasil merubah pemikiran kaum muslimin menjadi sekuler.
Menilik sebuah karya yang tertuang dalam “The World Book Encyclopedia” tahun 1984, volume 14, halaman 237 tentang Tahun Baru, yang dikutip oleh Irena Handono (Mantan Biarawati yg Kini Menjadi Mualaf) dikatakan: “Semenjak abad ke 46 penguasa Rom4wi Julius Caesar menetapkan 1 Januari sebagai hari permulaan tahun baru, dimana orang Rom4wi mempersembahkan hari itu kepada Janus, dewa segala gerbang, pintu-pintu, dan permulaan (waktu). Bulan Januari diambil dari nama Janus sendiri, yaitu dewa yang memiliki dua wajah – sebuah wajahnya menghadap ke (masa) depan dan sebuahnya lagi menghadap ke (masa) lalu.”
Dalam mitologi Romawi Dewa Janus adalah sesembahan kaum Pagan Rom4wi, dimana pada peradaban sebelumnya di Yunani telah disembah sosok yang sama bernama Dewa Chronos. Dalam sejarahnya kaum pagan ini turut melakukan konspirasi dengan kaum Freemasons, yang dikenal dengan misinya untuk menghapuskan ajaran para Nabi.
Sementara itu di bulan Januari juga ditetapkan setelah Desember dikarenakan Desember adalah pusat Winter Soltice, yaitu hari-hari kaum pagan penyembah matahari merayakan ritual mereka saat musim dingin. Puncak Winter Soltice jatuh pada tanggal 25 Desember, yang kita kenal dengan perayaan natal dan penggunaan lambang salib bagi agama Kristen.
Perayaan kaum paganisme ini juga ditandai dengan pesta kembang api, meniup terompet, membunyikan lonceng, memakai pernak pernik natal, topi kerucut, dan lain-lain.
Maka tidak heran ucapan natal selalu dibarengi dengan “selamat natal dan tahun baru”. Secara bahasa mungkin sah-sah saja, tetapi secara akidah ini sangat bertentang besar dengan akidah kaum muslimin.
Pasalnya, mengucapkan hal demikian bisa saja memurtadkan kita dari keyakinan kita bahwa Allah itu hanya satu, tidak beranak dan diperanakkan, tidak ada pula tandingannya dengan mahluk apapun didunia ini, jika itu yang mengucapkan adalah seorang muslim.