Jangan Tunda Memperbaiki Diri
Sangat disayangkan, kebanyakan kita lupa dengan aib yang melekat pada diri-diri kita dan menutup mata dari kekurangan yang ada. Lebih parah lagi, ada yang bersikap sebaliknya, yaitu berbaik sangka dan menganggap diri telah bersih dan sempurna. Allah Ta’ala berfirman,
…فَلَا تُزَكُّوٓا أَنْفُسَكُمْ ۖ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقٰىٓ
… Maka janganlah kamu menganggap dirimu suci. Dia mengetahui tentang orang yang bertakwa.” (QS. An-Najm 53: Ayat 32)
Ketika sebagian kita mendengar tentang akhlak yang mulia, ia beranggapan seolah-olah akhlak tersebut sudah ada pada dirinya dan dialah pemilik perangai mulia itu. Namun, tatkala disebutkan tentang perangai tercela, buru-buru dia menuduhkannya kepada orang lain. Seolah-olah dia jauh dari perangai tersebut.
Sikap seperti ini tidak pantas dimiliki oleh orang yang menjunjung tinggi moral dan mendambakan kesempurnaan. Sikap seperti ini akan memunculkan sikap bangga diri yang tercela dan merasa puas di atas kekurangan yang ada. Ujungnya adalah meninggalkan upaya perbaikan diri.
Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah mencela dirinya sendiri dengan berkata,
يا مسكين! أنت مسيء، وترى أنك محسن , وأنت جاهل، وترى أنك عالم , وتبخل، وترى أنك كريم ,وأحمق، وترى أنك عاقل , أجلك قصير، وأملك طويل.
Wahai orang yang pantas dikasihani!
Engkau telah berbuat jelek, namun menyangka bahwa dirimu telah berbuat baik…
Engkau bodoh, tetapi menyangka bahwa dirimu berilmu…
Engkau bakhil, tetapi menganggap dirimu dermawan…
Engkau dungu, tetapi menganggap dirimu bijaksana…
Ajalmu dekat, tetapi angan-anganmu panjang…
(Siyar A’lamin Nubala 8/440)
Dosa dan kesalahan adalah kepastian atas manusia. Namun, yang tercela ialah manakala seseorang menunda-nunda memperbaiki diri atau bahkan tidak mau menyadari kekurangannya.
Ketika kita mengajak agar sibuk memerhatikan aib diri kita sendiri, tidak berarti menutup pintu amar ma’ruf nahi mungkar. Yang dituntut dari seorang adalah mengaca kekurangan dirinya kemudian memperbaikinya, sebagaimana pula ia punya tanggung jawab untuk memperbaiki keluarga dan masyarakatnya. Seperti itulah semestinya. Agar kesucian diri bisa terwujud dan aib bisa tertambal.
Wallahu a’lam
Abu Miqdam
Komunitas Akhlaq Mulia