Jateng Bergerak Melalui Seni di Desa Apung Timbulsloko

Di antara mereka, Syarief Rahmadi, Slamet Unggul, Ali Ahmadi, Chotrex Creatio, Agung Wibowo, dan Maulid Ndalu tampil membacakan puisi. Lantunan bait-bait mereka menggema, seolah mencerminkan keteguhan warga untuk tetap bertahan di tanah kelahiran.
Monolog yang dibawakan Roely Slamet pun menyedot perhatian. Ia membawakan kisah tentang seorang pejabat yang lihai berjanji namun abai setelah berkuasa, sebuah kritik sosial yang dirasakan sangat dekat dengan kenyataan sehari-hari masyarakat pesisir.
Pelukis Soleh Ibnu menghadirkan karya menyayat hati: lukisan masjid tenggelam yang menjadi simbol nyata desa yang perlahan hilang. Momen itu kian istimewa karena anak-anak turut melukis bersamanya, melahirkan kebersamaan sekaligus harapan.
Suasana semakin syahdu ketika musisi Mere Naufal membawakan lagu tentang kepedihan hati warga Timbulsloko yang tetap teguh bertahan. Band Kaukab kemudian membakar semangat dengan lagu andalannya Aqoid Seket serta musik-musik perjuangan dan persaudaraan.
Tak hanya seni pertunjukan, kegiatan ini juga melibatkan fotografi oleh Christian Saputro dan Ahmad Norsa, videografi oleh Syamsul Ma’arif dan Farid bersama tim LTM NU Jateng, serta sesi “Cerita Kampung” yang didokumenkan oleh Agus Munif. Semua karya tersebut menjadi dokumentasi penting yang menyuarakan kehidupan warga kepada khalayak lebih luas.
Gelaran ini ditutup dengan suka cita. Ratusan warga larut dalam hiburan yang jarang mereka dapatkan. Senyum semakin merekah ketika panitia membagikan doorprize 112 hadiah, membuat suasana penuh kehangatan. []