Jejak dan Karya Founding Fathers Dukung Palestina
Hatta sejatinya telah lama menyoroti penjajahan Zionis atas tanah Palestina. Dalam tulisannya Politik Inggris di Palestina, Hatta mengungkapkan bagaimana penderitaan bangsa Palestina yang menjadi korban tipu muslihat Inggris dan Zionis. Hatta mengatakan Inggris sengaja menguasai Palestina demi kepentingan ekonomi dan politiknya di Terusan Suez.
“Itulah sebabnya maka negeri itu jatuh ke tangan Inggris dan tidak ke tangan Prancis. Kalau Inggris duduk di Palestina ia selalu dapat mengontrol Terusan Suez, jalannya yang terutama untuk pergi ke Asia,” tulis Hatta.
Hatta kemudian menegaskan politik zionisme hanyalah akal bulus Yahudi untuk mengubah demografi Palestina. Tindakan itu, kata Hatta, memunculkan perselisihan antara bangsa Arab dan Yahudi, meski sebelumnya mereka dapat hidup bersama-sama dalam perdamaian di Palestina.
“Disitu Inggris dapat lagi melakukan politik devide et impera sedangkan kaum Yahudi menjadi perkakasnya. Dalam tahunn 1929 sudah terjadi suatu pertumpahan darah yang maha sedih antara Arab dan Yahudi, yang mengguncangkan seluruh dunia. Orang Arab merasa dirinya tertipu oleh Inggris,” terang Hatta (Lihat Mohammad Hatta, Kumpulan Karangan Jilid II, Balai Buku Indonesia, 1953).
Namun meski mengalami penindasan oleh Inggris dan entitas Zionis, Palestina masih bisa berdiri mendukung perjuangan kemerdekaan Indonesia. Hal itulah yang membuat Hatta menyempatkan diri bertemu Mufti Palestina Syekh Amin al Husaini dan para tokoh Arab lainnya di Kairo usai memimpin Konferensi Meja Bundar di Den Haag pada tahun 1949. Sebuah tindakan yang kontras yang dilakukan Hatta terhadap Israel.
Hatta menegaskan bahwa politik luar negeri Indonesia adalah anti kolonialisme dan bertujuan untuk mewujudkan perdamaian internasional.
”Karena dengan tak adanya kemerdekaan, maka tak akan tercapai persaudaraan dan perdamaian internasional,” tegas Bung Hatta.
Sikap Presiden Soekarno dalam soal Israel, sama dengan Bung Hatta. Dalam Konferensi Asia Afrika di Bandung, 1955, Soekarno menyatakan, tidak ada artinya kemerdekaan Indonesia jika negara-negara Asia dan Afrika masih terjajah.
Ia menegaskan dunia tidak boleh lupa bahwa kolonialisme masih bercokol di Asia dan Afrika. Negara-negara lainnya yang sudah merdeka tidak boleh menutup mata atas situasi ini. Mereka harus tolong menolong membantu bangsa Asia dan Afrika yang masih dicengkeram kolonialisme.
Sikap anti penjajahan itu melatarbelakangi tindakan Soekarno memutuskan menarik diri dari kualifikasi Piala Dunia 1958, karena harus menjamu Israel di tanah air. Bagi Soekarno, selama Palestina masih terjajah, di sanalah Indonesia akan berdiri melawannya.
Yang tidak kalah peranannya dalam masalah Palestina ini adalah Mohammad Natsir, mantan Perdana Menteri RI. Natsir mengikuti perkembangan Palestina ini sejak muda. Pada 1941, ketika berusia 33 Tahun, Natsir sudah menulis tentang penindasan Israel terhadap Baitul Maqdis dengan perspektiif hukum internasional.