Jeratan Hedonisme
Mencermati semakin maraknya perilaku gaya hidup hedonis yang menunjukkan kemewahan, kesenangan, menghamburkan uang, berfoya-foya serta kehidupan yang menuntut agar terlihat lebih modis, trendy dan mengikuti jaman ternyata telah menjerumuskan sebagian dari kita ke lubang bencana.
Terlebih pandangan hidup hedonis ini menjadikan hidup kita semakin bermasalah, hal itu dikarenakan rendahnya pemikiran sebagian orang dalam menyikapi sebuah persoalan atau kebutuhan apa yang harus dipenuhi terlebih dahulu.
Demi gaya hidup, sebagian dari kita lebih suka menghabiskan waktu di café, mall, diskotik dan sebagainya, bahkan rela menghamburkan uang jutaan hanya demi kesenangan sesaat yang seharusnya uang tersebut bisa kita gunakan untuk kebutuhan yang lebih wajib atau bisa kita tabung untuk masa depan kita.
Gaya hidup hedonis tentu memiliki dampak kurang baik bagi finansial, bagaimana tidak, barang-barang model terbaru selalu dipamerkan di gerai-gerai mall maupun pertokoan. Hal ini mengakibatkan pemborosan kehidupan melampaui batas, mereka yang memiliki pandangan hidup hedonis akan melakukan segala cara untuk mendapatkan barang tersebut tak peduli salah atau benar, walaupun sebenarnya mereka sedang tidak membutuhkannya. Mereka ingin agar bisa diakui, bisa bergaya hidup mewah, dianggap gaul atau modis.
Seperti satu contoh kasus yang terjadi di Blitar-Jawa Timur pada 5 Oktober 2019 lalu, di mana seorang suami SB nekat mencuri helm demi memenuhi keinginan istrinya yang suka bergaya hidup mewah. SB lelaki berprofesi sebagai kuli ini sudah mencuri helm milik karyawan toko di Kota Blitar sebanyak tiga kali, di depan petugas, dia mengaku mencuri helm untuk memenuhi tuntutan dari sang istri yang selalu minta uang lebih. (sumber: jpnn.com).
Hedonisme sendiri adalah sebuah pandangan hidup yang menganggap bahwa seseorang akan bahagia dengan mencari kebahagiaan sebanyak mungkin dan sedapat mungkin menghindari perasaan-perasaan yang menyakitkan. Hedonisme merupakan ajaran atau pandangan bahwa kesenangan atau kenikmatan merupakan tujuan hidup dan tindakan manusia. Seperti minum air garam, orang yang memiliki gaya hidup hedonisme akan semakin haus dan tak pernah puas dengan apa yang dimilikinya.
Gaya hidup hedonisme juga tidak lepas dari pengaruh pergaulan sekitar di mana sebagian dari kita sudah terjangkit pandangan hidup liberal-kapitalis. Pandangan hidup ini hanya ingin memperoleh keuntungan sebesar-besarnya dan hanya berlandaskan materi keuntungan semata. Akhirnya tidak sedikit orang menjadi korban seperti salah satu contoh diatas.
Sebagai Muslim kita patut berbangga, karena Islam tak hanya mengatur urusan ibadah semata, lebih dari itu Islam juga sebagai ideologi yang memiliki pandangan hidup khas sesuai dengan akidah Islam. Kebahagian dalam Islam diukur ketika mendapatkan keridhaan dari Allah SWT. Dengan cara menaati perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, memaknai arti kebahagiaan secara benar maka dengan sendirinya kita akan mewujudkan langkah kehidupan kita sesuai dengan syariat Islam.
Menerapkan pola hidup sederhana, bersyukur dengan apa yang kita miliki dan selalu ‘melihat kebawah’ di mana di luar sana masih banyak orang-orang yang masih membutuhkan bisa menjadi pengontrol bagi kita agar terhindar dari hedonisme. Gaya hidup hedonisme tidak lain hanyalah salah satu dampak dari naluri/gharizah baqa’ (mempertahankan diri) yang mendorong manusia mempertahankan diri atau menguasai sesuatu yang diinginkan.
Kebahagiaan sejati tidak diukur dari banyaknya harta kita atau mewahnya rumah kita, namun kebahagiaan itu jika hati kita selalu tentram dan selalu bersyukur atas rejeki yang telah Allah berikan kepada kita, banyak atau sedikitnya rezeki adalah ketika ridha Allah menyertai dan tentu kita akan merasa cukup sehingga tak terpancing kelamnya gaya hidup hedonis. []
Gesang Ginanjar Raharjo
(Penulis, Karyawan Madrasah Ibtidaiyah Malang)