SUARA PEMBACA

Jilbab dan Azan ‘Terbelenggu’ di Negeri Muslim?

Sampai detik ini, netizen masih ramai menyoroti polemik jilbab dan azan. Larangan jilbab oleh RS. Medistra dan kumandang azan Maghrib di televisi (TV) diganti menjadi running text saat misa Paus Fransiskus sangat melukai umat Islam. Karena ibadah esensial dalam Islam sesuka hati di ‘otak atik’ dan ‘dikucilkan’. Setelah gelombang protes netizen bergejolak, barulah polemik tersebut ditanggapi hanya dengan permintaan maaf. Miris.

Kasus larangan jilbab sudah berulang kali. Masih hangat BPIP yang melarang paskibraka 2024 menggunakan jilbab saat bertugas di puncak peringatan kemerdekaan RI ke-79. Pun sama dengan larangan kerudung dan jilbab (busana muslimah) di beberapa mall/pertokoan, jasa marga dan sekolah-sekolah umum di Provinsi Bali.

Belum lagi kasus jilbabfobia. Tahun 2018, seorang tokoh perempuan nasional menyatakan bahwa wanita berkonde lebih indah daripada bercadar. Awal tahun 2020, istri mantan Presiden RI ke-4 menyatakan bahwa muslimah tak wajib untuk memakai jilbab. Februari tahun 2020 juga ada kampanye “No Hijab Day” oleh komunitas Hijrah Indonesia. Viral juga pengulasan sisi negatif pemakaian jilbab sejak kecil bagi anak oleh orangtuanya yang dilakukan Deutch Welle media asal Jerman.

Pun sama dengan kasus phobia azan. Tahun 2010, salah satu saluran TV swasta menampilkan azan magrib disertai iklan yang melecehkan. Tahun 2018, seorang tokoh perempuan nasional, menyatakan bahwa kidung lebih elok dari azan. Tahun 2022, Menag pernah menyandingkan azan dengan suara hewan. Kemenag pun mengeluarkan surat edaran terkait kumandang azan dengan pengeras suara yang dianggap mengganggu.

Miris syariat Islam terkait ibadah ritual saja dipersekusi sedemikian rupa. Apatah lagi terkait syariat yang mengatur kehidupan publik seperti ekonomi, sanksi, pergaulan, politik, pemerintahan dan sebagainya. Harus diakui syariat Islam dikerangkeng dalam ruang privat oleh negara berasas sekuler yang berlaku hari ini.

Kriminalisasi Syariat Islam Makar Barat

Menelaah secara mendalam, kasus-kasus diatas bukanlah ‘keseleo lidah’ tapi terencana dan bertarget. Terencana, karena pelaku/lembaga dipastikan mencurahkan pikiran, tenaga dan waktu hingga mengeluarkan pernyataan atau kebijakan phobia syariat Islam. Bertarget untuk mengaburkan, mengubur dan liberalisasi syariat Islam.

Syariat Islam diopinikan menakutkan yang bertentangan dengan Hak Asasi Manusia (HAM) sehingga tak layak mengatur kehidupan. Diopinikan berbahaya yang dapat menggusur identitas budaya dan memecah keutuhan NKRI sehingga tak bisa diterapkan dalam negara. Diopinikan selaras dengan nilai/paham Barat sehingga harus ditafsiri ulang mengikuti kontekstualisasi zaman (liberalisasi syariat).

Nampak upaya tak memberi ruang bagi Islam dalam syiar dan penerapannya walaupun di negeri mayoritas muslim. Nampak upaya memaksa syariat Islam untuk tunduk pada nilai atau paham kufur Barat. Tujuannya untuk menaklukkan Islam agar tetap berada di bawah hegemoni peradaban Barat. Melemahkan umat Islam dari dalam, agar kaum Muslim tak berkeinginan bangkit dan menerapkan Islam kaffah.

Opini massif ini diback up dana besar dan kekuasaan yang besar dari peradaban Barat. Sebenarnya pelaku di balik layar opini massif ini adalah pihak yang mempertahankan status quo dari sistem sekuler hari ini baik dalam maupun luar negeri. Karena mereka mendapat limpahan keuntungan duniawi (cuan, jabatan, kehormatan) dari sistem sekuler. Mereka merasa rugi jika syariat Islam diterapkan, karena Islam akan menghilangkan ketamakan duniawi mereka.

Syiar Syariat Islam Kewajiban Agung

Pensyariatan jilbab dan azan berdalil pada Al-Qur’an dan hadits. Dipandang dari hukum fiqih, para mujtahid sudah sepakat bahwa jilbab hukumnya wajib bagi muslimah dan azan hukumnya sunnah muakkad. Dipandang dari syiar syariat Islam, jilbab dan azan harus ditampakkan di muka publik. Jika syiar syariat Islam yang agung tersebut sengaja dilarang atau dihapuskan maka hukumnya berdosa.

Dalam Islam di pundak negara ada kewajiban untuk menerapkan syariat Islam kaffah, meliputi hablum minallah (shalat, puasa, haji, zakat dan ibadah ritual lainnya), hablun bin nafs (makanan, minuman, akhlak, pakaian seperti jilbab, khimar) dan hablum minannas (ekonomi, sanksi hukum, pergaulan, politik, pemerintahan dan sebagainya).

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button