Jokowi “Vokal” karena Data Tidak Akurat
Ada lagi yang luput dari masyarakat, sekaligus mencengangkan, ketika Jokowi membeberkan kepemilikan Lahan Prabowo di Kalimantan. Hak Guna Usaha atas Tanah Negara adalah sah, tidak melanggar hukum. Seorang calon presiden harus tahu itu. Dalam Bagian IV UU No 5 Tahun 1960 Pasal 28 sampai 34 dijelaskan mengenai HGU.
Oleh karena Jokowi sudah membuka data kepemilikan Tanah untuk HGU, maka Saya mengusulkan kepada Jokowi untuk membuka Hak Guna Usaha kepemilikan Tanah secara jujur dan adil, maka semua pemilik HGU diseluruh Indonesia dibuka semua. Supaya jangan hanya Prabowo saja, agar masyarakat tahu siapa yang menguasai lahan yang paling besar di seluruh wilayah Indonesia ini.
Bagaimana dengan kepemilikan Lahan oleh Asing dan aseng yang menguasai sebagian besar lahan di Indonesia? Justru Prabowo telah menjadi bagian dari perjuangan merebut kedaulatan negara diatas tanah Indonesia yang dikuasai asing. Prabowo merebut tanah 10.000 hektar di Kalimantan Timur itu melawan Churchill Mining Plc asal Inggris. Seharusnya negara mendukung langkah tersebut, dalam kondisi tanah yang dikuasai oleh asing.
Perusahaan Milik Prabowo menguasai lahan tersebut melalui proses pembelian setelah krisis moneter tahun 1997-1998. Dalam proses pembelian tersebut banyak lahan yang justru dikuasai asing. Berikut pula dengan pembelian PT KIANI. Seandainya PT tersebut tidak dibeli Prabowo tahun 2004, mungkin sudah menjadi milik Asing, seperti perusahaan JP Morgan Amerika atau Singapore. Kita pasti akan mengerti mengapa Prabowo berusaha untuk mendapatkan perusahaan itu sehinga tidak jatuh ke tangan Asing.
Ketika Jokowi mempersoalkan itu kita akan tercengang, ditengah tanah dikelola oleh anak negeri sendiri. Jokowi memang tidak senang anak negeri memiliki lahan dinegarannya sendiri. Hal itu dapat dilihat dalam beberapa peraturan yang dikeluarkannya, yang memberikan kebebasan bagi asing memiliki properti dan bahkan bisa menjual apa saja di Indonesia baru-baru ini. Peraturan TKA juga bukti konkrit dari sikap Jokowi yang lebih mengutamakan asing daripada orang Indonesia Asli. Ini mental neolib pada hakikatnya.
Sebagai penutup, saya ingin mengingatkan, seorang pemimpin boleh berbicara salah, tetapi seorang pemimpin pantang untuk berbohong.
Wallahualam bis shawab
Dr. Ahmad Yani SH., MH
Calon Anggota DPR RI Dari PBB Dapil DKI Jakarta 1 – Jakarta Timur