Kampanyekan Toleransi, Pemerintah Tidak Toleran terhadap Warganya
Dalam seminar yang bertema “Membangun Toleransi dan Moderasi Beragama” di Depok, Ahad (19/06) kemarin, saya mengatakan bahwa yang harus toleransi itu pemerintah, bukan rakyat. “Toleransi antar masyarakat sudah selesai, pemerintah (pusat) yang justru banyak tidak toleran,” kata saya.
Saya membuktikan dengan contoh penangkapan terhadap tokoh-tokoh gerakan Khilafatul Muslimin, penangkapan Ustadz Farid Okbah, Dr Zein an Najah, Dr. Anung Hamad, Habib Rizieq, Munarman dan lain-lain. Mereka ditangkap tanpa bukti yang kuat.
Anggota DPR Romo Syafii menyatakan bahwa penangkapan ketua dan anggota Khilafatul Muslimin ini menunjukkan bahwa pemerintah ‘mengidap Islamofobia’. Ia menyatakan bahwa gerakan itu sebenarnya tidak membahayakan negara.
Memang kalau diamati mereka hanya kelompok kecil saja. Mereka hanya kelompok Islam yang mencoba menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an, Hadits dan ijtihad-ijtihad ulama tentang khalifah-khilafah. Pimpinannya sudah tua, dan tidak mengadakan gerakan bersenjata.
Tapi polisi berpendapat lain. Beberapa waktu lalu, Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Fadil Imran, mengungkapkan Khilafatul Muslimin organisasi masyarakat (ormas) itu melakukan kejahatan tersembunyi atau hidden crimes. “Disebut hidden crime atau invisible crime kejahatan yang bergerak di bawah bayangan dan kegelapan. Berada di sisi gelap kehidupan dengan berlindung dan berbaur dalam praktik sosial, ekonomi, keagamaan dan kemasyarakatan,” kata Kapolda Metro Jaya.
Menurut kepolisian (lihat metro.polri.go.id), organisasi Khilafatul Muslimin termasuk menjalankan kejahatan terselubung sehingga membuat seolah-olah tidak ada pelanggaran hukum. Padahal, kepentingan organisasi berusaha melawan negara dengan mendoktrin para korban dengan pemahaman mereka. Senada dengan ciri hidden crimes, para korban pun tidak menyadari bahwa mereka adalah korban yang sedang ‘didoktrin’ akan ideologi yang bertentangan dengan ideologi bangsa, yaitu Pancasila.
Menurut kepolisian, dalam jangka pendek, tidak semua orang di seluruh Indonesia mengalami kejahatan ini secara langsung. Namun, dalam jangka panjang, ideologi Pancasila sebagai falsafah bangsa Indonesia semakin tergerus dan terancam tergantikan dengan ideologi baru yang tidak sejalan dengan prinsip hidup bangsa Indonesia. (lihat tempo.co)
Pemerintah Otoriter tidak Demokratis
Bila pemerintah benar-benar menerapkan demokrasi, maka penangkapan terhadap para dai dan pimpinan Khilafatul Muslimin ini tidak terjadi. Karena diantara mereka tidak ada yang melakukan gerakan bersenjata, melakukan kekerasan dan tindakan-tindakan yang melawan konstitusi.
Khilafatul Muslimin itu hanyalah upaya dari sebagian kalangan Islam untuk menerapkan Islam di masyarakat. Mereka berupaya memahami Al-Qur’an, As-Sunnah dan ijtihad ulama dalam masalah kenegaraan. Sejauh pengamatan saya, mereka bukanlah orang yang bergerak untuk mengganti Pancasila. Mereka hanyalah kelompok kecil yang ada di daerah-derah. Organisasi yang sederhana tidak mungkin bisa menggantikan dasar-dasar negara yang dijaga kuat dengan senjata oleh ratusan ribu tentara dan polisi. Dijaga oleh ratusan juta orang yang setia dengan NKRI.
Kepolisian seharusnya tidak membuat musuh-musuh baru yang menciptakan keresahan masyarakat. Kepolisian harusnya bekerjasama dengan ahli-ahli hukum Islam tentang masalah khilafah dan kaum Muslimin ini. Bukan membuat istilah-istilah baru (hidden crime dll) yang menyebabkan masyarakat Muslim resah.
Para jamaah Khilafatul Muslimin ini seharusnya diajak dialog, bukan ditangkap dan dipenjara. Saya yakin, bila mereka diajak dialog (dengan menghadirkan tokoh-tokoh Islam yang ahli politik), mereka bisa sadar dan tidak berusaha mengganti dasar negara. Mereka hanyalah seperti Ahmadiyah, LDII dan lain-lain yang berusaha membuat kelompok dengan iuran anggota, pengaturan wilayah dalam negara dan lain-lain.