Kanker Stadium IV Tak Menyurutkan Semangat Juang Kyai Maksum Bondowoso
Jakarta (SI Online) – Ada yang istimewa dalam perhelatan Ijtima Ulama dan Tokoh Nasional belum lama ini di Jakarta. Yaitu hadirnya pengasuh pondok pensantren Al Ishlah Bondowoso KH Muhammad Maksum. Meski dalam kondisi sakit parah, ia memaksakan diri untuk hadir dan menyemangati peserta Ijtima.
Kyai Maksum datang ke arena ijtima di Hotel Menara Peninsula dengan ditopang kursi roda. Sebuah selang terlihat terpasang di hidungnya dan terbuhung dengan sebuah tabung oksigen. Satu selang lainnya mengalirkan cairan putih dari kantoang infus.
Setidaknya, tiga orang selalu mengiringnya dimana pun dia berada. Satu orang bertugas mendorong kursi roda yang menyangga tubuh Kiai Maksum. Dua orang lainnya masing-masing memegangi tabung oksigen dan katong infus yang harus selalu berada lebih tinggi dari pososi tubuh ulama dari wilayah Tapal Kuda, Jawa Timur itu.
Yang menarik, saat Kyai Maksum memberikan sambutan sebelum menutup doa di akhir acara Ijtima tersebut. Ia mengatakan bahwa dirinya “tidak sakit”.
“Ada yang bilang saya sakit hadir di tempat ini, ‘saya tidak sakit’, yang bilang sakit itu hanya dokter, saya waras,” ujarnya yang membuat banyak orang terkagum.
Setelah itu, seperti biasa Kyai Maksum memberikan pantun semangat juangnya. “Kata orang Bondowoso, kereta api dinamakan sepur, diatas sepur ada kondektur, daripada mati sakit diatas kasur mending mati diatas medan tempur,” ungkapnya yang langsung disambut pekikan takbir seluruh peserta Ijtima.
Semangat juang Kyai Maksum memang luar biasa, meski divonis sakit kanker stadium IV itu tak menyurutkan semangatnya dalam setiap momen perjuangan.
Salah satu ulama yang kagum dengan semangat Kyai Maksum adalah KH Muhammad Zaitun Rasmin. Ia pun mengungkapkan kekagumannya dengan tulisan berikut:
BARA JUANG SANG KIYAI
Saya kaget, terkejut, terharu. Di pertemuan tadi malam, ada yang istimewa bagi saya.
Ada yang menambah ruh perjuangan tersendiri dalam Ijtima Ulama semalam.
Saya menyambut beliau. Dan beliau dengan penuh sayang menyambut saya sambil mengatakan,
“Ta’aal.. Ta’aal yaa waladi.. Ana musytaaq laka jiddan..” Sini.., Mari sini ananda. Saya rindu sekali sama antum..
…
“Jaa’a rajulun min aqshal madiinah..”
KH Maksum Bondowoso, beliau hadir. Dari ujung timur Pulau Jawa.
Memakai kursi roda. Berbagai selang. Dan botol infus.
Seakan saya melihat Amru bin Jamuh dengan kaki pincangnya menyongsong ke medan Uhud.
Atau Abu Ayyub Al Anshari yang merasa tidak pantas mengajukan udzur, lalu memilih bersama pasukan menuju benteng Konstantin.
Sambil dengan lugas melantunkan “infiruu khifaafan wa tsiqaalan..”
…
Sungguh, ini menggambarkan kerisauan beliau.
Dalam keadaan seperti itu, beliau memilih tetap hadir. Di antara ratusan ulama dan zu’ama.
Untuk bersama-sama mencari “makhraj” (solusi) atas berbagai persoalan bangsa kita.
Hafizhahullahu ta’ala. Syafaahullah, syifaa’an laa yughaadiru saqaman.
Akhukum,
Muhammad Zaitun Rasmin
red: adhila