Kasihan, Para Teroris Itu Salah Memahami Islam
Tapi, menurut para teroris, thaghut ini bermakna luas. Para pejabat dan politisi yang tidak berhukum terhadap hukum Allah adalah thaghut. Maka mereka menjuluki presiden, menteri, anggota DPR/MPR, dan para pejabat negara sebagai thaghut. Penulis sendiri pernah membaca surat dari seorang teroris, yang mengatakan mereka semua ini adalah thaghut.
Tentu ini berlebihan. Para teroris itu tidak mengetahui dengan detil pribadi para pejabat negara itu. Tidak semua pejabat thaghut. Banyak diantara pejabat yang Muslim itu yang menginginkan hukum Islam, yang bahkan berjuang menegakkan Islam. Tapi dengan cara konstitusional. Bukan dengan cara ngawur-ngawuran ala teroris.
Coba anda tanya kepada para teroris itu bagaimana cara menegakkan hukum Islam dan bagaimana strateginya. Mereka tentu tidak punya. Mereka hanya emosional ingin membunuh orang yang tidak setuju hukum Islam (thaghut).
Yang ketiga, adalah pemahaman yang salah tentang hukum Islam (syariat Islam). Para teroris itu memang mengenal hukum Islam, tapi mereka salah memahami strategi penerapan hukum Islam. Menurut mereka, hukum Islam dapat ditegakkan hanya dengan cara revolusi atau dengan cara membunuh pejabat-pejabat yang tidak setuju dengan hukum Islam.
Tentu cara ini adalah ngawur. Mereka tidak memahami perjalanan perjuangan Rasulullah saw dalam membentuk masyarakat Islam di Madinah. Rasulullah saw perlu waktu 13 tahun berjuang mendidik masyarakat Mekkah, tanpa melakukan kekerasan. Bahkan Rasulullah dan para sahabat yang menerima terror dari kaum kafir Quraisy. Rasulullah tidak membalasnya. Rasulullah membalas teror dan perang itu setelah berada di Madinah. Setelah kekuatan kaum Muslimin dirasa cukup untuk melawan kezaliman yang dilakukan kaum kafir Quraisy.
Dari sini para teroris juga rabun terhadap sejarah Islam. Mereka tidak memahami dengan benar perjuangan Rasulullah dan para sahabat dan juga perjuangan para pemimpin Islam bangsa ini dalam menegakkan Islam. Jika mereka mau mempelajari dengan sungguh-sungguh para pejuang Islam di tanah air, tentu mereka tidak ngawur dalam memperjuangkan Islam. Cara-cara mereka dengan melakukan pengeboman dan pembunuhan, tentu malah mencoreng Islam.
Dalam perjuangan Islam di negeri ini, kita perlu merenungkan kata-kata yang ditoreh oleh pejuang besar Islam, Mohammad Natsir:
“Dalam pandangan Al-Qur’an, Pancasila akan hidup subur. Satu dengan lain tidak a priori bertentangan, tapi tidak pula identik (sama). Di mata seorang Muslim, perumusan Pancasila bukan kelihatan a priori sebagai “barang asing” yang berlawanan dengan ajaran Al-Qur’an. Ia melihat di dalamnya satu pencerminan dari sebagai yang ada pada sisinya. Tapi ini tidak berarti Pancasila memang mengandung tujuan Islam, tetapi Pancasila itu bukanlah berarti Islam. Kita berkeyakinan yang tak kunjung kering, di atas tanah dan dalam iklim Islamiyah Pancasila akan hidup subur. Sebab iman kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa tidak dapat ditumbuhkan dengan semata-mata hanya mencantumkan kata-kata dan istilah “Ketuhanan Yang Maha Esa” itu saja dalam perumusan Pancasila itu.”
Nuim Hidayat, Penulis Buku “Imperialisme Baru.“