Kasus Covid-19 Menurun, MUI Keluarkan Bayan Terkait Pelaksanaan Ibadah
Jakarta (SI Online) – Terjadinya tren penurunan kasus Covid-19 di Indonesia, Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan bayan (penjelasan) fatwa terkait pelaksanaan ibadah selama masa pandemi.
Melalui surat keputusan dengan nomor: Kep-28/DP-MUI/III/2022, terdapat tiga fatwa terkait panduan ibadah yang telah dikeluarkan oleh MUI di antaranya, yaitu:
Pertama, fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2020 tentang Penyelenggaran Ibadah dalam Situasi Terjadi Wabah COVID-19.
Kedua, fatwa MUI Nomor 28 Tahun 2020 tentang Panduan Kaifiat Takbir dan Shalat Idul Fitri Saat Pandemi COVID-19.
Ketiga, fatwa MUI Nomor 31 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Shalat Jumat dan Jamaah untuk Mencegah Penularan Wabah Covid-19.
Sejalan dengan penurunan kasus Covid-19, Pemerintah telah menetapkan sejumlah pelonggaran aktivitas masyarakat. Kebijakan tersebut di antaranya pelonggaran untuk transportasi umum seperti pesawat terbang dan kereta api dengan peningkatan kapasitas penumpang sampai 100 persen dan peniadaan jaga jarak.
Karenanya, Dewan Pimpinan MUI menyampaikan bayan ketiga fatwa di atas dengan merujuk pada keputusan terbaru dari Pemerintah. Bayan tersebut mengacu pada hasil Rapat Pimpinan Komisi Fatwa MUI tanggal 10 Maret 2022, yaitu:
Pertama, fatwa MUI Nomor 31 Tahun 2020, pada diktum A.3. menyatakan “Untuk mencegah penularan wabah COVID-19, penerapan physical distancing saat shalat jamaah dengan cara merenggangkan saf hukumnya boleh, shalatnya sah dan tidak kehilangan keutamaan berjamaah karena kondisi tersebut sebagai hajat syar’iyah”.
Merujuk pada hukum asal pelaksanaan shalat jamaah yautu dilakukan dengan merapatkan shaf. Namun, kebolehan merenggangkan shaf, dalam diktum fatwa MUI merupakan rukhshah (dispensasi) karena ada hajah syar’iyah.
Melihat angka penurunan kasus Covid-19 di Indonesia terakhir, maka MUI menilai berdasarkan kebijakan Pemerintah, status hajah syar’iyah yang menyebabkan adanya rukhshah sudah hilang.
Karenanya, pelaksanaan shalat jamaah dilaksanakan dengan kembali ke hukum asal (‘azimah), yaitu dengan merapatkan dan meluruskan saf (barisan) yang merupakan keutamaan dan kesempurnaan shalat berjamaah.